Selasa, 6 September 2011
Pagi ini aku ingin menghabiskan
waktuku dengan anak-anak. Namanya juga hari terakhir, maunya ingin membisikkan
pesan-pesan, nasehat-nasehat buat anak-anak dan mbak-nya di rumah, sambil
meneruskan packing yang rasanya gak selesai-selesai. Ganta menemaniku sambil
tiduran di kasur. Ini membuatku merasa nyaman. Terlebih lagi ketika dia
tanya-tanya tentang sekolah di sana, tentang kemungkinan punya teman-teman
sebaya dari Indonesia buat dia, keuntungannya kalau jadi ikut sekolah. Kujawab
sebaik-baiknya, tanpa nada memaksa. Biarlah dia yang nantinya menetapkan hati,
tugasku dan suami adalah berusaha ikhtiar dengan mengurus semua dokumen buat
keluarga ikut nantinya.
Di tengah-tengah nyantai, packing,
dan ngobrol dengan Adzra, di luar rumah terdengar deru beberapa sepeda motor
berhenti di depan rumah. Ternyata 20-an mahasiswa sastra Inggris 2008 nggruduk
dolan ke rumah. Meski mereka sudah bilang akan mampir, aku kaget campur senang
juga didatangi anak-anak sebanyak itu. Ruang tamu segera diubah jadi lesehan,
kue-kue lebaran kukeluarkan semua, dan langsung diserbu anak-anak. Ini terasa
jadi the second 'farewel gathering' buat aku, setelah copy darat dengan
teman-teman Ganesis di rumah mbak Sirikit. Kami ngobrol seru, tentang persiapan
skripsi buat mereka, cara dapat beasiswa, dan curhat-curhat urusan kampus yang
tidak pernah ada habisnya. Setelah 'perkuliahan 2 sks,' merekapun pamit pulang, seraya mendoakan aku
supaya lancar dalam perjalanan, dan juga minta tetap bisa 'ngganggu' aku di
dunia maya nanti.
Menjelang sore, ibu bapakku datang,
dan nantinya akan ikut mengantar aku ke airport. Sama seperti ketika aku
berangkat ke Amerika tahun 2002 dulu, ibu bapakku selalu hadir memberi restu
dan dukungan. Sebentar kemudian, mas Prapto pulang dari kantor. Hal pertama
yang dia lakukan adalah melakukan 'inspeksi' packing-ku, dan seperti sudah
kuduga, dia menjadi 'cerewet' dengan cara penempatan yang kurang ringkes dan
ribet. Mungkin sudah hapal dengan kebiasaanku yang suka lupa dan ceroboh menaruh
barang, maka travel documents dan barang-barang penting yang kuperlukan selama
perjalanan segera dia pindahkan dari tas jinjingku yang agak besar ke tas kecil
yang biasanya dia pakai kerja. Hah, aku tahu dia cinta tas Mont Blanc-nya, tapi
aku diam saja sambil senyum-senyum. Tas jinjingku berpindah ke koper. Benar
juga, jadi lebih ringkes. 2 koper yang akan masuk bagasi, dan backpack isi
laptop serta tas kecil isi travel documents, dompet, dan obat-obatan ringan.
Urusan packing memang dia jagonya, tapi selalu aku yang harus memulainya, dan
tinggal dia yang membereskan bila kurang pas. Katanya, biar aku juga belajar
packing yang nyaman. Ya wis nurut aja, sing penting enak, kataku.
Sekitar pukul 6 sore kami sudah
sampai di bandara Juanda. Pesawatku terjadwal pukul 19.50 ke Denpasar, transit
2 jam, dan pukul 23.55 terbang ke Melbourne. Selama menunggu check-in,
kupeluk terus Adzra, kubisikkan lagi pesan-pesan buat Ganta. Rasanya
menit-menit ini menjadi sangat berarti. Kulirik ibu dan bapakku yang jadi ikut
sentimentil. Juga Zubaidah, si mbak dari Madura yang setia ikut kami selama 2
tahun. Ganta dan Adzra kelihatan tetap riang, tapi ibunya yang tidak bisa nahan
air mata. Mas Prapto, seperti biasa, tetap pragmatis. Dia beli beberapa donat
dan minuman, dan memberiku beberapa ratus ribu rupiah buat airport tax dan
makan selama di Denpasar. 'Aja lali makan, ben gak masuk angin. Wis gak ono
sing ngeroki, lho. Hehe, dia tahu aku psikosomatis sejak 2 hari terakhir.
Pusing, perut mules, dan kerokan sudah kurasakan sejak hari Minggu.
Akhirnya detik perpisahan datang
juga. Kuciumi dan kupeluk anak-anakku, kubacakan doa-doa di telinga mereka agar
mereka tetap dilindungi Allah. Aku bersujud di lutut ibu dan bapakku, berharap
doa restu dari mereka berdua, dan menitipkan anak-anak untuk dipantau. Aku
rangkul pembantuku, yang dengan berkaca-kaca berpesan, "jaga kesehatan
bu." Akhirnya, berlama-lama kusandarkan kepalaku di pelukan suamiku. Aku
tidak bisa bilang apa-apa kecuali terima kasih atas dukungan dan restunya yang tidak
pernah berhenti. Dia usap kepalaku, berpesan untuk jaga diri baik-baik, dan
tidak usah mencemaskan anak-anak.
Time to go now. Kulambaikan tanganku
buat suami, anak-anak, ibu bapak, dan si mbak. Diiringi doa mereka, semoga
perjalanan lancar sampai tujuan.
No comments:
Post a Comment