Saat browsing tentang artikel pembelajaran, saya malah menemukan artikel saya sendiri yang pernah dimuat di harian Surya, sekitar 3 tahun yang lalu, tepatnya pada akhir Januari 2008. Artikelnya ada 2 bagian. dan dimuat dalam 2 edisi berbeda. Bagian pertama artikel ini diunggah di blog Dinas Pendidikan Sumatra Barat, dengan link ini: http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2008/02/27/menyusun-rencana-pelakasanaan-pembelajaran-rpp-jiplakan-dan-budaya-potong-kompas/. Ini dia artikelnya. Mudah-mudahan masih relevan dengan kondisi dunia pendidikan sekarang ini.
=================================================================
Bila Anda seorang guru, Anda barangkali sudah terbiasa
dengan rutinitas awal semester. Mengumpulkan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP) dan mempersiapkan materi untuk satu semester ke depan.
Tapi bila ditanya, apakah tujuan dan langkah-langkah pembelajaran
di dalam RPP yang Anda susun betul-betul direalisasikan dalam proses belajar
mengajar, barangkali Anda akan tersenyum simpul. Bagaimana tidak? RPP
seringkali hampir seragam dengan teman sejawat atau sesama guru bidang studi
dari sekolah lain. Pendek kata, teknik copy and paste boleh dikata sudah biasa
dilakukan oleh para guru.
Apakah ini salah? Barangkali tidak ada yang salah dengan RPP
yang hampir sama, dengan sedikit modifikasi di sana-sini, sesuai dengan kondisi
kelas. Namun bagaimana kalau seorang guru justru tidak paham dengan kalimat
yang dia tulis sendiri di RPP? Lho, apa ada guru yang tidak mengerti apa yang
dia tulis di RPP?
Mengapa tidak? Temuan ini penulis peroleh selama menjalankan
tugas sebagai instruktur di Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG). Mari kita
ambil salah satu contoh ini. Seorang guru mata pelajaran bahasa Inggris
misalnya. Dia mencantumkan kalimat sebagai berikut sebagai salah satu tujuan
pembelajaran di RPPnya: Siswa mampu mengidentifikasi ciri-ciri kebahasaan dalam
teks naratif. Namun ketika praktek mengajar, tujuan pembelajaran di atas tidak
muncul. Ketika ditanya mengapa, justru guru yang bersangkutan malah bertanya
balik, “Ciri kebahasaan itu apa sih, bu?”. Kasus sejenis terjadi dalam kaitan dengan pedoman penilaian
yang digunakan.
Di dalam RPP, seorang guru yang lain menetapkan mechanics
sebagai salah satu aspek penilaian kemampuan siswa dalam ketrampilan berbicara.
Ini jelas logika yang tidak jalan, karena mechanics dalam bahasa Inggris
mengacu antara lain pada cara penulisan yang benar, seperti penggunaan huruf
besar, singkatan, angka, atau cetak miring dalam kalimat. Usut punya usut,
ternyata guru yang bersangkutan (dan guru-guru yang lain dalam kelompok
tersebut) belum tahu arti kata mechanics dalam konteks pengajaran bahasa
Inggris.
RPP ‘jiplakan’ juga menjadi keprihatinan penulis. Sebagian
besar guru peserta PLPG mengakui, mereka tak punya cukup waktu untuk
betul-betul menulis RPP dengan benar, karena tuntutan tugas mengajar yang padat
dan tugas-tugas lain sebagai guru. Para guru bahkan tak sempat menggunakan RPP
‘hasil kerja sama’ sebagai panduan mengajar. Banyak guru memilih mengajar
dengan teknik potong kompas, seperti penerjemahan tiap kalimat untuk
ketrampilan membaca (reading skill), atau tetap menggunakan bahasa Indonesia
saat mengajar Bahasa Inggris.
Padahal skenario pembelajaran yang tercantum dalam RPP cukup
bagus dan sesuai dengan tujuan komunikatif pembelajaran bahasa Inggris. Alasan
klasiknya: tuntutan menyelesaikan materi dalam satu semester atau kualitas
siswa yang rendah. Mana sempat menggunakan metode pembelajaran yang komunikatif
kalau dikejar-kejar materi yang padat?
Di pihak lain, banyak dosen paham cara menyusun RPP yang
baik dan model pembelajaran yang menarik. Namun mereka sepertinya masih
nangkring di menara gading. Walaupun para dosen telah membagi ilmunya dengan
para guru melalui diklat atau lokakarya, masih saja ada anggapan bahwa para
dosen ‘terlalu memaksakan’ bentuk-bentuk pembelajaran yang ideal, tanpa
mempertimbangkan kondisi sekolah atau kelas secara nyata. “Yang lebih tahu
kondisi dan kualitas siswa kan kami, bukan dosen,” begitu kira-kira gerutu
sebagian guru.
No comments:
Post a Comment