Sunday, March 04, 2012

Antara Studi, Keluarga, dan Pekerjaan

Dua minggu ini aku mulai merasa 'off-track.' Membagi waktu antara mengurus dua anak dengan urusan studi ternyata cukup menantang juga. Ganta yang sudah remaja sebenarnya sudah mampu mengurusi diri sendiri. Namun giliran ada tugas dari sekolah, mau tidak mau aku harus turun tangan saat dia butuh bantuan. Namanya juga yang dipelajari sementara ini ya Bahasa Inggris thok. Tantangannya adalah ketika  aku dan Ganta sedang membahas materi, Adzra serta merta akan mengambil kertas, pensil, atau buku, dan juga minta diajari sesuatu. Kalau aku tidak terlalu memperhatikan dia, maka ngambeknya akan muncul. Begitulah hampir setiap saat Ganta butuh bantuan ibunya. Di saat yang lain, ketika aku sedang dapat ide, sementara Adzra ada di rumah, maka dia akan ambil alih laptopnya, dan minta dicarikan video kesenangannya di youtube. Apa saja. Entah itu Barney, Dora, Barbie, atau Cherry Belle. Seringkali dia akan cari sendiri. Kalau aku pindah ke IPhone untuk cek email atau buat note, maka dia juga akan beralih ke IPhone, dan sibuk mengambil gambar atau video. Sampai-sampai phone memory penuh dengan foto dan video 2 detik hasil bidikan Adzra. Belum lagi kalau Ganta sudah di rumah. Maka laptop dan IPhone akan menjadi milik Ganta dan Adzra. Ibunya akan sibuk di dapur, mengikuti permintaan anak-anak mau makan apa. 

Tentu saja aku tidak boleh mengeluh. Sebenarnya ini juga sudah diantisipasi sejak lama. Yang masih aku utak-atik adalah pola yang tepat agar aku bisa konsentrasi baca dan nulis. Sementara ini waktu yang ideal adalah saat Adzra sekolah, antara pukul 9.30-15.00. Selama 3 hari, Senin, Selasa, dan Kamis, semestinya aku bisa fokus urusan studi. Aku memilih kerja di rumah agar hemat waktu juga. Ini yang kadang menimbulkan perasaan bahwa aku belum total dan profesional mempersiapkan proposalku. Jadi ada sedikit rasa bersalah. Sudah dapat beasiswa penuh, kok komitmennya belum maksimal. 

Baru saja aku menerima buletin Plane Tree dari the Graduate Student Association Unimelb. Salah satu artikelnya membuatku akhirnya merasa di 'jalan yang benar.'  Judulnya "Multi-crashing?: The Graduate Student's Guide to Balancing Work and Study." Ditulis oleh Clare Rhoden, lulusan PhD dari the School of Culture and Communication. Dalam biodata singkatnya, alih-alih dia menyebutkan profesinya setelah lulus. Di situ bahkan ditulis 'juggling part-time work and part-time writing with full time family commitments and a new puppy.'  Setelah selesai membaca, aku merasa dapat pencerahan. Rasa bersalahku berkurang, karena ternyata aku tidak sendiri, hehe. Ini dia hasil ringkasannya, yang kupoles sendiri di sana-sini, dan tips yang diberikan:

Studi lanjut ke jenjang S2/S3 memang menantang dalam banyak hal. Semua mahasiswa di tingkat ini sudah punya tujuan, namun juga punya kehidupan lain, yang kadang membutuhkan banyak waktu. Sebagian besar mahasiswa pascasarjana mengalami kendala antara kerja, studi, dan keluarga.  Sekedar tambahan, meski yang diulas adalah masalah umum mahasiswa studi lanjut, menurutku tips yang diberikan manjur juga untuk mahasiswa S1 yang sedang sibuk mengerjakan skripsi. Kuncinya adalah mengelola komitmen terhadap semua komitmen dengan sebaik-baiknya.

1. Tentukan prioritasmu
    Studi mungkin tidak selalu bisa menjadi prioritas utama di setiap waktu. Kadang anggota keluarga sakit, atau masalah pekerjaan bisa mengambil alih prioritas. MASALAH baru akan timbul bila urusan di luar studi ini SELALU menjadi prioritas utama, sehingga mengganggu waktu untuk studi. Solusinya: ubahlah (turunkan)    standar prioritas anda. 

2. Buatlah jadwal yang realistis
Carilah waktu yang paling tepat untuk urusan studi. Quality time lebih penting daripada quantity. Meski hanya 2-3 kali seminggu, tapi lakukan pada saat anda bisa mencapai peak performance. Dan lakukan ini secara rutin. "Nothing will change if you don't take charge of your time.". (Tips yang ini serasa maknyus. Waktu yang kusediakan 4-5 jam selama 3 hari/minggu akan cukup bila dimanfaatkan sebaik-baiknya. Saat aku sendirian di rumah dan anak-anak sedang sekolah. Tidak perlu khawatir dengan cucian yang menumpuk atau ruang tamu yang agak berantakan. Nanti bisa dikerjakan saat anak-anak sudah di rumah).

3. Belajarlah seolah-olah ini adalah pekerjaanmu
Sekolah bukanlah pekerjaan dalam hidup anda. Itu hanya batu loncatan yang harus dilalui. Jadi, anggaplah ini sebagai pengalaman kerja untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik di masa datang. Saat anda sedang 'belajar,' lakukan tugas-tugas yang kecil-kecil dan 'doable' agar timbul perasaan 'sudah menghasilkan sesuatu.' Sense of accomplishments, kira-kira begitu. Jauhilah semua gangguan, misalnya mengintip email, SMS, atau status update teman-teman FB. Tidak ada ruginya 'putus hubungan dengan dunia luar' selama 1-2 jam. Anda akan bisa merasakan progress yang signifikan dalam 1 jam. Ingatlah: tidak ada yang tidak penting dalam melakukan kegiatan positif, meski itu hanya sekedar membuat oret-oretan 'to-do list.' (Kupingku serasa dislenthik nih. Sudah tahu waktunya sedikit, eh masih suka sebentar-sebentar cek email dan FB.  Siapa tahu ada yang njawil. Sok penting kali!)

4. Beri batas waktu
Anda akan bisa bekerja lebih baik bila waktu dibatasi. Waktu yang banyak malah bisa menimbulkan progress yang lamban. Sekedar analogi: bila mau ada tamu 1 jam lagi, maka persiapannya ya 1 jam itu. Bila waktunya 1 hari, maka persiapan ya akan 1 hari penuh. Hasilnya bisa saja sama saja. (Yang ini ada benarnya juga. Saat masih sendirian di sini, aku bisa habiskan 4 hari penuh, sehari-semalam untuk baca dan nulis draft proposal. Sekarang dengan waktu yang jauh lebih sempit, masih bisa juga menghasilkan sedikit tulisan. Blog-nya malah lebih 'berisi' setelah ada anak-anak di sini). 

5. Sesuaikan harapan anda (dalam bahasa saya: turunkan standar kepuasan)
Mungkin saat kuliah S1, anda lulus dengan predikat terbaik atau cum laude. Bukannya tidak mungkin mencapai prestasi yang sama saat studi S2/S3, namun kondisi yang juga berubah membutuhkan penyesuaian dalam pengharapan yang lebih realistis. Ada keluarga yang perlu diurus, ada pekerjaan yang menanti. Studi lanjut hakikatnya adalah mengembangkan intelektualitas, meningkatkan kualifikasi, bukan sekedar memperoleh gelar atau predikat terbaik. (Setuju 100%. Tidak perlu terobsesi dengan 'being the best. Being with the kids while studying overseas is one of the best things you can have now

6. Lakukan apa yang anda lakukan
Sebisa mungkin, pisahkan antara waktu kerja dan waktu belajar. Saat belajar, belajarlah. Saat bersama keluarga atau bekerja, optimalkan perhatian anda. Mungkin ada merasa 'bagus' dalam hal multi-tasking. Namun hampir tidak ada pekerjaan yang bisa dilakukan dengan optimal hanya dengan 'separuh otak.' (Ok deh, akan kucoba. Selama ini agak terlalu bangga dengan my multi-tasking capacity. Ternyata nggak gitu-gitu amat manfaatnya.

7. Hati-hatilah dengan si kembar ini: procrastination and perfectionism. Jangan biasakan menunda pekerjaan, namun jangan memaksa diri mencapai hasil yang sempurna. Gelar tidak diraih hanya karena anda pintar, tapi karena anda juga produktif. Terapkan ilmu pragmatisme: do what you can in the time available-make the best you can in the time available. And do it NOW!

Ayo ayo yang sedang menulis skripsi, tesis, disertasi. Semangat, semangat. There's always time for everything. But you can't use your time to do many things at one time. MAKE THE BEST OF YOUR TIME.





3 comments:

dianuratri said...

Maknyus ke aku juga nih mbak. Matur nuwun sharing nya...dian si mommy danish

tiwi-lioness.blogspot.com said...

Sama-sama dik Dian. Buat self-reminder juga kalau lagi bete.

Unknown said...

sangat meninspirasi dan memberikan suntikan semangat utk sya yg sedang study dgn 1 balita, aplagi skr WFH dan anak juga lagi SFH, tips diatas sangat berguna bagi saya. dan yess saya senang krna ternyta saya bukan satu2nya yg merasakn situasi ini. thanks for your sharing Mam Tiwi.