Suatu ketika,
SBY prihatin terhadap kasus-kasus kekerasan yang masih saja menimpa para TKW di
luar negeri. Kemudian SBY menyatakan:
Masih dalam perumusan agar mereka diberi HP, dan dijelaskan kepada siapa mereka harus memberi tahu dan apa saja yang dilaporkan. Di telepon genggam itu nantinya akan ada nomor telepon konsulat jenderal dan nomor darurat lainnya, agar mereka tetap dapat berkomunikasi (Presiden SBY)
Membaca
keprihatinan SBY dan idenya tentang HP, saya ingin ketawa saja. Kemana saja
dikau, Pak? TKW sekarang tidak perlu HP. Mereka sudah menjadi warga cybercommunity. Apa bapak tidak tahu bahwa
banyak di antara mereka sudah banyak yang aktif menjadi blogger
atau menjadi bagian dari citizen
journalism?
Bicara tentang
blogging adalah berbincang tentang
literasi digital. Di dunia yang serba canggih seperti sekarang ini, kemampuan
membaca dan menulis tidak lagi cukup untuk membantu kita melakukan aktivitas
sehari-hari. Kita semakin dituntut untuk menjadi orang yang digitally literate, termasuk kenal
dengan internet. Praktek-praktek literasi yang terkait dengan penggunaan
internet di antaranya adalah blogging,
chatting, instant messaging, social media networking, dan gaming.
Penggunaan
internet yang semakin meningkat dalam kehidupan kita sehari-hari telah
menggeser trend dalam dunia literasi,
dari ‘read-only’ menjadi ‘read-write’ literacy. Hebatnya, kemampuan
menulis menjadi titik focus dalam literasi digital, di mana setiap pengguna
sekaligus juga menjadi penghasil teks. Baik pembuat maupun pengguna teks (dalam
bentuk tulisan, gambar, suara, maupun video) dimungkinkan untuk terlibat secara
interaktif.
Ketika
seseorang memiliki digital capital,
maka jarak dan waktu tidak akan terlalu signifikan lagi dalam membatasi ruang
gerak. Ini berlaku untuk siapa saja. Pelaku bisnis yang terbang dari satu
negara ke negara lain, guru yang mengajar di pelosok provinsi, dan tak terkecuali para buruh migran Indonesia
yang mengais dolar di Hong Kong atau Taiwan. Meski menit-menit mereka diisi
dengan pekerjaan rumah tangga yang hampir tak ada habisnya, dengan libur hanya
1 hari/minggu, digital capital yang
mereka miliki telah mampu menembus ruang jarak dan waktu, mengaburkan batas
antara ruang publik/privat.
Mari kita
tengok sosok seorang Rie rie, BMI Hong Kong yang berasal dari Blora. Rie rie
dengan bangga menyebut dirinya sebagai seorang blogger. Rie rie memberi nama blognya
Babu Ngeblog, dengan URL: http://babungeblog.blogspot.com.
Disadari atau tidak oleh si empunya, pemberian nama blog ini sarat dengan
permainan kata dalam politik identitas. Kita tahu bahwa kata ‘babu’ memiliki
makna pejoratif dalam bahasa Jawa, dan lebih rendah daripada kata ‘pembantu’
misalnya. Sebaliknya, istilah ngeblog menyiratkan tingkat intelektualitas dan
ketrampilan yang tidak dimiliki semua orang. Menabrakkan kedua kata ini sama
halnya dengan sebuah perlawanan yang produktif, yang oleh Foucault disebut
dengan reverse discourse. Makna nama
blog Rie rie dikuatkan dengan profil sang blogger sendiri. “Not so ordinary ‘babu’ with not so ordinary
thought.” Profil ini adalah sebuah upaya self-marketing yang cerdas dalam pencitraan diri sang blogger.
Kalau nama dan
profil adalah bagian dari sampul buku, maka blogposts
adalah isinya. Dan Rie rie mampu membuktikan bahwa bahwa dia tidak hanya
membual di profilnya. Blog Rie rie sarat dengan berbagai jenis teks. Tidak
hanya tulisan, namun juga gambar dan audio-visual, yang atraktif dan fungsional
menjelaskan isi tiap tulisan. Besar kemungkinan gambar dan video yang diunggah
juga hasil karya Rie rie sendiri. Di kalangan BMI Hong Kong, nama Rie rie
nampaknya sudah dikenal sebagai seorang fotografer handal untuk acara-acara
komunitas BMI.
Menengok
tulisan-tulisan Rie rie seperti melakukan perjalanan budaya yang sarat dengan
nuansa rasa. Rie rie menulis dalam berbagai ragam, mulai berita, cerpen, puisi,
opini, bahkan cerita serial yang dia beri judul Serial Srinthil. Dari segi
bahasa, Rie rie menunjukkan kualitas literasi multilingualnya dengan tidak
hanya menggunakan bahasa Indonesia, namun juga bahasa Jawa, bahasa ibu Rie rie
yang berasal dari Blitar. Tidak banyak orang yang menulis dalam bahasa ibunya, namun
membaca cerita-cerita Rie dalam blog page-nya,
Njawani, kita diajak untuk menikmati ramuan tradisional dalam balutan dunia
modern. Bahasanya ‘mbeling.’ se-mbeling fantasi Rie rie tentang duet
Lady Gaga dan Justin Bieber yang menyanyikan Jangkrik Genggong dalam cerita
Punakawan Mbeling. Gurih dan menggelitik.
Rie rie juga
membuktikan kualitasnya sebagai bagian dari mobilitas transnasional dengan
kemampuan Bahasa Inggrisnya yang baik. Rie rie tidak hanya sekedar menyisipkan
kata atau kalimat berbahasa Inggris.Lebih dari itu, dia menulis cerpen dalam
Bahasa Inggris yang apik dan tertata. Cerpennya, My Magical Story, misalnya, berkisah tentang kemampuannya
mendongeng dalam Bahasa Inggris, yang membuat anak majikannya lengket padanya.
Dalam cerpen yang juga cerminan kesehariannya, nampak bahwa Rie rie sangat
berbakat sebagai seorang pendongeng, yang bukan hanya membacakan cerita, namun
menciptakan dongeng sendiri dalam Bahasa Inggris.
Tulisan-tulisan
Rie rie, meski tentang kehidupan BMI, bukanlah cerita yang penuh air mata. Jari
jemari Rie rie di atas keyboard menghasilkan cerita yang penuh semangat, menggugah
tawa, namun sekaligus menyisakan perih di dada. Meski demikian, optimisme dalam
hidup tetap menjiwai semua tulisan Rie Rie. Dalam semangat mendobrak stereotip
TKW yang penurut, dungu, dan pasif, sebagaimana sering dicitrakan di media, Rie
rie telah mampu mewakili teman-teman sesama BMInya untuk menyuarakan diri
sendiri melalui praktek literasi digitalnya. Rie rie dan teman-temannya yang
terjun aktif di dunia literasi menunjukkan pada dunia bahwa hidup mereka
tidaklah sesempit dapur majikan. Mereka juga punya kehidupan lain yang
memberikan peran berbeda bagi diri dan komunitas mereka. Sebagai representasi
budaya, praktek literasi digital Rie rie adalah strategi perlawanan, yang
sekaligus adalah kekuatan produktif untuk merekonstruksi identitas diri dan
memberdayakan komunitasnya.
1 comment:
Terimakasih...tapi waduh saya jadi takut kalau ditulis setinggi ini, takut jatuh.
Koreksi sedikit, maaf, emak saya asalnya dari Blora, bukan Blitar.
Terimakasih atas tulisan ini, semoga bisa menyemangati saya untuk lebih giat ngeblog...aamiin.
Post a Comment