Tuesday, March 12, 2013

BRAIN FOOD AND CULTURAL BAG


Ini cerita tentang bekal makan siang anak sekolah. Kalau saat di Kinder dulu, morning tea, lunch, dan afternoon tea menjadi tanggungan sekolah Adzra, maka semenjak dia masuk SD, menyiapkan snack dan isi lunch box menjadi kewajiban baru yang harus saya lakukan. Maklum, jam sekolahnya sudah full-day, mulai pukul 09.00-15.30.

Urusan makan menjadi lebih ribet ketika budaya cenderung memiliki penanda berbeda. Perut orang Indonesia (setidaknya untuk ukuran saya) suka bilang ‘belum makan’ bila belum diisi nasi. Di rumah, saya juga praktis masak tiap hari, dengan menu a la Indonesia. Maksudnya, nasi harus selalu ada.

Membawakan bekal nasi dan lauk tentunya kurang pas untuk anak usia 5 tahun. Dengan lunch break dibatasi 15 menit khusus untuk makan, dan 15 menit untuk bermain, makan nasi akan cenderung ‘messy.’ PR menyiapkan bekal ditambah lagi dengan persyaratan bahwa tidak boleh ada junk food. Pihak Moreland Primary School rupanya cukup tegas untuk masalah ini. Mereka memegang teguh pendapat, ‘Brain Food for Kids: Feed your Children so They Excel at School.’ Bahkan untuk itu sampai diberikan sosialisasi ke orang tua siswa baru. Diberi brosur tentang makanan sehat untuk otak, tentu saja disertai gambar the ‘Do’s and Don’ts.’ No deep-fried food, chocolate, sweetened biscuits.

Saat sosialisasi dulu, bahkan Kerry, guru Prep Year, menegaskan hasil pengamatannya terhadap siswa. It’s easy to distinguish those kids who keep awake from those who get sleepy after lunch time. Just look at their lunch box. Sedihnya, karbohidrat yang terlalu banyak (maksudnya lebih banyak nasi daripada lauknya) termasuk dalam daftar makanan kurang sehat.

Jadilah lunch box Adzra berputar-putar antara roti tawar dengan isi bervariasi. Kadang telur ceplok, telur rebus, sosis panggang, irisan ayam, nugget panggang, sampai dimsum. Bagaimana dengan snack-nya? Snack terbaik adalah buah. Duh, gak pernah terbayang di benakku bahwa buah adalah snack

Typical lunch buat Adzra: roti tawar, dimsum, potongan apel, unsweetened biscuits

Makanan pendamping jenis lain adalah plain biscuits. Boleh juga dilapisi cheese spread, tapi peanut spread yang yummy seperti Nutella tidak disarankan. Jangan harap bisa membawakan cookies model Oreo dan sejenisnya. Bila ini terjadi, maka saat pulang sekolah, makanan tersebut akan masuk ke kantong kertas bertuliskan ‘No junk food.’ Bila beberapa kali terjadi, maka orang-tua akan diajak ‘conference’ oleh gurunya. Ini yang pernah terjadi pada teman Adzra. Ada anak baru dari Indonesia yang suka membawa cookies atau roti tawar isi coklat. Kulihat beberapa kali dia disangoni kantong kertas bertuliskan ‘no junk food.’

Otak saya yang sudah kadung terbentuk model Indonesia kadang suka khawatir. Kenyangkah anakku makan bekal seperti itu? Kalau pagi jelas kusiapkan sarapan gaya Indonesia, meski itu artinya adalah nasi dan telur ceplok atau ayam goreng. Dan itu kadang masih diawali dengan semangkuk cereal atau roti bakar. Tapi untunglah perut Adzra mulai terbiasa dengan tanpa nasi. Bekal buah hampir selalu habis. Bekal makan siang yang kubawakan tadi, Lebanese bread isi ayam panggang, juga bersih. Dimsum isi udang dan sayur yang tinggal di-steam juga jadi favoritnya. Kecerewetan ibunya bila bekal tidak dimakan membuat Adzra suka laporan, ‘mommy, I finished my lunch,’ atau mommy, I don’t want the bread. You put something in it.’ Itu pas kuselipkan beberapa lembar bayam. Susahnya membuat dia suka sayur, kalau tidak diakali cara masaknya.

Melihat Adzra tetap berenergi sepulang sekolah, kadangkala saya ingin ikut membawa bekal a la brain food. Ke kampus bawa pisang atau apel, dan setangkup roti isi yang lumayan bergizi. Ternyata untuk urusan lapar dan kenyang, pikiran memegang peranan penting. Badan saya dengan cepat akan terasa meriang. Bekerja menjadi kurang konsentrasi. Hanya nasi dan tumis atau sayur berkuah dan ikan goreng yang mampu meredamnya.

Tinggal di luar negeri tidak berarti bahwa kebiasaan lama ditinggalkan. Cultural bag akan selalu mengikuti kita. Inilah yang menjadi penanda siapa kita sebenarnya, yang menjadikan kita sama atau berbeda dengan orang lain secara budaya. Jenis makanan terbukti ada di dalam cultural bag yang saya bawa dari tanah air.

Ah, andai saat melek malam ini bisa makan tahu campur langganan yang suka lewat depan rumah.     

No comments: