Ini cerita tentang bekal makan siang anak sekolah. Kalau saat
di Kinder dulu, morning tea, lunch, dan afternoon tea menjadi tanggungan
sekolah Adzra, maka semenjak dia masuk SD, menyiapkan snack dan isi lunch box
menjadi kewajiban baru yang harus saya lakukan. Maklum, jam sekolahnya sudah full-day, mulai pukul 09.00-15.30.
Urusan makan menjadi lebih ribet ketika budaya cenderung
memiliki penanda berbeda. Perut orang Indonesia (setidaknya untuk ukuran saya)
suka bilang ‘belum makan’ bila belum diisi nasi. Di rumah, saya juga praktis
masak tiap hari, dengan menu a la Indonesia. Maksudnya, nasi harus selalu ada.
Membawakan bekal nasi dan lauk tentunya kurang pas untuk
anak usia 5 tahun. Dengan lunch break
dibatasi 15 menit khusus untuk makan, dan 15 menit untuk bermain, makan nasi
akan cenderung ‘messy.’ PR menyiapkan bekal ditambah lagi dengan persyaratan
bahwa tidak boleh ada junk food.
Pihak Moreland Primary School rupanya cukup tegas untuk masalah ini. Mereka memegang
teguh pendapat, ‘Brain Food for Kids:
Feed your Children so They Excel at School.’ Bahkan untuk itu sampai
diberikan sosialisasi ke orang tua siswa baru. Diberi brosur tentang makanan
sehat untuk otak, tentu saja disertai gambar the ‘Do’s and Don’ts.’ No deep-fried
food, chocolate, sweetened biscuits.
Saat sosialisasi dulu, bahkan Kerry, guru Prep Year,
menegaskan hasil pengamatannya terhadap siswa. It’s easy to distinguish those kids who keep awake from those who get
sleepy after lunch time. Just look at their lunch box. Sedihnya,
karbohidrat yang terlalu banyak (maksudnya lebih banyak nasi daripada lauknya)
termasuk dalam daftar makanan kurang sehat.
Jadilah lunch box
Adzra berputar-putar antara roti tawar dengan isi bervariasi. Kadang telur
ceplok, telur rebus, sosis panggang, irisan ayam, nugget panggang, sampai
dimsum. Bagaimana dengan snack-nya? Snack
terbaik adalah buah. Duh, gak pernah terbayang di benakku bahwa buah adalah snack.
Typical lunch buat Adzra: roti tawar, dimsum, potongan apel, unsweetened biscuits |
Makanan pendamping jenis lain
adalah plain biscuits. Boleh juga
dilapisi cheese spread, tapi peanut spread yang yummy seperti Nutella tidak disarankan. Jangan harap bisa
membawakan cookies model Oreo dan
sejenisnya. Bila ini terjadi, maka saat pulang sekolah, makanan tersebut akan
masuk ke kantong kertas bertuliskan ‘No
junk food.’ Bila beberapa kali terjadi, maka orang-tua akan diajak ‘conference’ oleh gurunya. Ini yang
pernah terjadi pada teman Adzra. Ada anak baru dari Indonesia yang suka membawa cookies atau roti tawar isi coklat. Kulihat
beberapa kali dia disangoni kantong
kertas bertuliskan ‘no junk food.’
Otak saya yang sudah kadung terbentuk model Indonesia kadang
suka khawatir. Kenyangkah anakku makan bekal seperti itu? Kalau pagi jelas
kusiapkan sarapan gaya Indonesia, meski itu artinya adalah nasi dan telur
ceplok atau ayam goreng. Dan itu kadang masih diawali dengan semangkuk cereal
atau roti bakar. Tapi untunglah perut Adzra mulai terbiasa dengan tanpa nasi.
Bekal buah hampir selalu habis. Bekal makan siang yang kubawakan tadi, Lebanese
bread isi ayam panggang, juga bersih. Dimsum isi udang dan sayur yang tinggal
di-steam juga jadi favoritnya. Kecerewetan ibunya bila bekal tidak dimakan
membuat Adzra suka laporan, ‘mommy, I
finished my lunch,’ atau mommy, I don’t
want the bread. You put something in it.’ Itu pas kuselipkan beberapa
lembar bayam. Susahnya membuat dia suka sayur, kalau tidak diakali cara
masaknya.
Melihat Adzra tetap berenergi sepulang sekolah, kadangkala saya
ingin ikut membawa bekal a la brain food.
Ke kampus bawa pisang atau apel, dan setangkup roti isi yang lumayan bergizi.
Ternyata untuk urusan lapar dan kenyang, pikiran memegang peranan penting. Badan
saya dengan cepat akan terasa meriang. Bekerja menjadi kurang konsentrasi.
Hanya nasi dan tumis atau sayur berkuah dan ikan goreng yang mampu meredamnya.
Tinggal di luar negeri tidak berarti bahwa kebiasaan lama
ditinggalkan. Cultural bag akan
selalu mengikuti kita. Inilah yang menjadi penanda siapa kita sebenarnya, yang
menjadikan kita sama atau berbeda dengan orang lain secara budaya. Jenis makanan
terbukti ada di dalam cultural bag
yang saya bawa dari tanah air.
Ah, andai saat melek malam ini bisa makan tahu campur langganan
yang suka lewat depan rumah.
No comments:
Post a Comment