Tuesday, January 28, 2014

Incip-incip Gratis

"Free Chinese Buffet Dinner. Monday, 27 Jan, 6PM-8PM." Begitu tulisan di brosur yang diposting teman saya, Risa di whatsapp group Pengajian Aisyah. Kemarin dia menyebarkan woro-woro makan gratis di De Asian Cafe, resto melayu. Ibu muda karyawan kantor Pajak Jagir Wonokromo ini memang kerja sambilan di situ, di sela-sela kuliah S2 di Unimelb.

Pengumuman incip-incip menu ini sontak disambut hangat.. Apalagi menurut owner-nya yang orang Singapore, orang Indonesia suka dining out rame-rame. Ditambah informasi bahwa katanya mahasiswa Malaysia kurang suka makan di luar. Masak sendiri. Jadi kedatangan warga Indonesia sangat diharapkan. Kebetulan resto De Asian Cafe mengadakan re-launching. New Menu. New Chef. New Price. Begitu iklannya. 

Dulu saya pernah makan di resto kecil yang terletak di Moreland Road ini. Tempatnya cuma 10 menit jalan dari rumah. Cukup strategis untuk komunitas Indonesia yang bertebaran di sekitarnya. Menunya gaya Asia. Jadi cocoklah di lidah. Dan yang penting cocok di kantong mahasiswa.

Maka tawaran makan gratispun sayang dilewatkan. Menjelang jam 6 sore matahari masih tinggi dan menyengat di kulit. Maklum, setengah jam sebelumnya baru masuk waktu Ashar. Kami sekeluarga, saya, mas Prapto, Ganta, Adzra, mbah Uti, dan mbah Kung, jalan santai menuju lokasi sasaran. Jalan cenderung sepi. Kemungkinan besar karena hari ini adalah Public Holiday, sehari setelah Australia Day kemarin.

Sampai di depan De Asian Cafe, terlihat meja sudah hampir penuh pengunjung. Kok tidak ada wajah yang saya kenal? Agak ragu masuk. Tapi akhirnya kami buka pintu, dan tolah-toleh cari meja yang masih kosong. Ada satu di pojok. Belum ada piring di depan para tamu. Artinya incip-incip belum mulai. Saya lihat para pegawai resto sedang sibuk menata meja buffet. Risa melambaikan tangannya. Tapi memberi kode jangan mendekat. "Aku kerjo," sambil mesem. 

Lima menit kemudian, pak Cik si pemilik resto mempersilahkan pengunjung untuk mencoba menu. Bayangkan mas Prapto dan Ganta, semua menu ada, dan ngincipi dikit-dikit. Ternyata model prasmanan di resepsi pernikahan di Indonesia. Bedanya, yang ini diambilkan pelayannya. Ada nasi Basmati yang modelnya kemrotok. Oseng-oseng daging manis. Tumis ayam pedas. Bihun goreng, dan tumis bokchoy. Saya tidak ingat apa nama menu yang dipajang. Pokoknya minta ditaruh di piring saja.

Karena acaranya incip-incip, pura-puranya kami bergaya kayak pak Bondan. Eh, tapi memang enak kok. Tumis ayamnya sedap, meski tidak ada pedasnya sama sekali. Adzra saja jadi berpesan ke saya, "mommy, can you cook chicken like this? But make sure you put a lot of ketchup." Ganta dan mbah Kung malah kembali ke meja prasmanan dan mengambil piring kedua. 

Ganta mengambil brosur daftar menu dan harganya. Wah, lebih bersaing sekarang harganya. Dan menunya juga lebih bervariasi. Mas Prapto sudah ancang-ancang makan tom yam soup seharga 5 dolar bila nanti ke sini lagi. Kalau Ganta malah ngincer informasi kerja di sini. "Kan enak cedek omah. Bagian delivery ae." Hehe, anak ini lagi menikmati enaknya kerja sambilan.

Makan gratis, perut kenyang, makan malam alhamdulillah terpenuhi. Saya membereskan piring-piring plastik di meja kami, dan membuangkan di tempat sampah. Risa nyeletuk berterima kasih sudah dibantu ngringkesi. "Enak Ris. Aku suka ayamnya. Tapi kurang pedes," saya bilang ke dia.

Di luar resto, Mas Prapto sedang ngobrol dengan sesama pengunjung di luar resto. "Kakak di Malaysia duduk dekat mana?," tanya salah satu di antara mereka. Saya rada gak mudeng.  Jawab mas Prapto, "oh, saya dari Indonesia." Mas Prapto punya banyak teman di Malaysia, jadi sudah lebih paham bahasa Melayu. 

Kami jalan santai pulang. Kata mbah Uti, baguslah ada tempat yang dekat dan enak makanannya, kalau nanti gak sempat masak. Selama tiga bulan ditunggui mbah Uti, menu di meja makan memang jadi amat bervariasi dan betul-betul rasa khas Ngagel. Tinggal order saja mau dimasakkan apa. Oseng-oseng pare a la mbah Uti bahkan sudah dikenal teman-teman yang pernah ngincipi atau saya kirimi. 

Tapi seminggu lagi mbah Uti dan mbah Kung akan kembali ke Surabaya. Masa tinggal 3 bulan sudah habis. Jadi nampaknya kami harus kembali ke kebiasaan lama. Masak simpel dan cepat. Yang penting makan dan bergizi. 

Untung ada De Asian Cafe. 

1 comment:

Risa D. Septina said...

Waahhh.. promosi cuma-cuma... Ntar aku bilang sama PakCik nya yaa.. sapa tau dikasih voucher gratisan hihihi :)