Thursday, January 23, 2014

MENJADI LALAT ATAU LEBAH?

Bersih-bersih laptop karena muncul warning 'Low Disk Space,' jadi nemu banyak files yang tidak sempat saya simpan dalam kategori masing-masing di folder. Ini salah satunya. Saya ingat menerima postingan ini dari mas Satria Dharma, teman senior bin pengusaha, sesama miliser di Keluarga Unesa. Postingannya sangat inspiratif, menyadarkan kepada kita agar terus berupaya berpikir positif dan memberi manfaat bagi orang lain.


Sila disimak pesan yang mencerahkan ini:


Why does a bee quickly find flowers, while a fly quickly finds garbage? It’s all because a bee’s instinct leads it to find flowers,

Mengapa LEBAH cepat menemukan Bunga...? Sedangkan LALAT cepat menemukan Kotoran ? 

Karena naluri lebah hanya untuk menemukan bunga, sedangkan naluri lalat hanya untuk menemukan kotoran. 

LEBAH tidak tertarik pada kotoran. Sebaliknya, LALAT tidak tertarik pada harum dan keindahan bunga. Alhasil, LEBAH kaya akan madu sedangkan LALAT kaya kuman penyakit. 

Mengapa sebagian orang menjadi JAHAT dan sebagian orang menjadi BAIK ? 

Karena orang jahat tidak tertarik pada hal-hal yang baik, sebaliknya bila ada hal-hal yang jahat, menyakitkan, gosip, bohong, permusuhan, mereka jadi begitu bersemangat untuk menyebarkannya tanpa pikir panjang. 

Orang BAIK ialah orang yang tidak tertarik dan tak mau merespon akan hal-hal buruk, menyakiti, isu yang tak jelas, semua hal yang berbau kejahatan yang sekalipun nampak sekilas baik dan benar. 

Apa yang dipikirkan akan menghasilkan apa yang dilihat dan apa yang dilihat akan menghasilkan apa yang diperoleh. 

Hidup ini sangat tergantung dengan hati dan pikiran. 

Jika hati dan pikiran selalu negatif maka apa saja yang dilihat akan selalu negatif dan hasilnya adalah penderitaan, sakit hati, kecewa, iri hati dan sirik. 

INGIN BAHAGIA....? 
Mulailah dengan hati dan pikiran yang selalu Positif maka apa saja yang dilihat akan selalu positif dan hasilnya adalah kebahagiaan. Jika kita seperti lebah yg menghasilkan madu, maka orang-orang disekeliling kita juga akan mencicipi manisnya. Tapi jika kita seperti lalat, maka kuman yang kita tebarkan juga akan mencelakakan orang lain. 

Let's stay positive and be a blessing to others...

------------------------------

Postingan ini sangat inspiratif. Catatan ini  mengingatkan saya pada begitu banyak pertanyaan dari teman tentang penelitian S3 saya. Mengapa saya tertarik dengan isu buruh migran? Mengapa mau mengangkat dunia literasi mereka? Bukankah ada banyak isu lain yang lebih provokatif, dan berpotensi membuat dunia luar melek atas kebobrokan pemerintah, kelicikan para agen, dan dekadensi moral segelintir BMI di Hong Kong. Mungkin belum ada yang meneliti isu lesbianisme, seks bebas, dan prostitusi, setidaknya secara akademis.

Saya tidak menutup mata dengan isu-isu miring itu. Karena memang bukan lagi isu. Saya melihat sendiri berseliweran di depan mata, setidaknya saat saya berada di Hong Kong. Baik dari penuturan pelakunya, atau menyaksikan sendiri perilaku segelintir dari mereka. 

Di jurusan yang saya ambil, Cultural Studies di the University of Melbourne, isu-isu ketimpangan sosial, diskriminasi ras, seks, kelas, agama, dan sejenisnya adalah inti dari sebagian besar penelitian. Pendeknya, keberpihakan terhadap kelompok masyarakat yang terpinggirkan adalah agenda utama. Beberapa teman PhD yang saya kenal tekun meneliti kelompok 'queer.' Sementara itu, sahabat saya, Anisha, muslim dari Filipina, mengangkat diskriminasi sosial politik terhadap kelompok muslim Moro di Filipina.

Harus diakui bahwa tiap orang, termasuk peneliti, memiliki agenda sendiri yang ingin dia perjuangkan. Prinsip-prinsip hidup sedikit banyak akan tercermin dalam isu-isu yang diangkatnya. Tidak semua begitu sih. Tapi bagi saya, menghabiskan 3-4 tahun untuk menulis sebuah tesis S3, saya haruslah jatuh cinta dan menyemplungkan diri benar-benar ke dalam dunia itu. Can't imagine doing something you're not passionate about in 3 years at a stretch

Saya suka membaca dan menulis. Sastra dan literasi adalah bagian hidup saya.Di sisi lain, saya juga punya minat yang besar terhadap isu-isu feminisme dan subordinasi sosial. Itulah sebabnya tanpa sadar saya getol mengangkat novel-novel bernafaskan feminisme dan poskolonialisme sebagai bahan perkuliahan dulu (Ehm...jadi kangen mengajar lagi).

Balik ke pertanyaan 'mengapa saya meneliti dunia literasi buruh migran?' Barangkali ada naluri yang mendorong saya untuk mencari 'bau wangi' di keseharian kehidupan BMI, yang lebih sering dianggap 'kotor' dan 'rendah' di mata masyarakat. Bagaimana tidak, lha wong mereka berkutat dengan lap dan gagang sapu. Di dunia perburuhan saja, pekerjaan mereka dianggap sebagai 3 D (dirty, disgusting, demanding). You can add more Ds if you'd like

Mungkin keseharian mereka sudah dikerubungi 'lalat,' tapi saya tahu betul mereka juga sigap dengan semangat 'membersihkan.' Bersih-bersih toilet, dapur, lantai rumah sampai tanpa debu. Yang lebih penting lagi, mereka juga selalu berupaya membersihkan dunia mereka dari stereotip negatif sosok TKW. 

Kalau mereka sendiri berupaya menjadi lebah, alangkah jahatnya kalau orang luar seperti saya mencoba menjadi lalat. 

No comments: