Saturday, September 13, 2014

MEMAHAMI SUSTAINED SILENT READING (SSR) (1)

Hari-hari terakhir ini saya kembali mengunjungi perpustakaan kampus. Mulai mengerjakan bab baru, saya perlu meruncingkan landasan teori di bab tersebut. Tujuan utama saya sebenarnya adalah mengumpulkan berbagai referensi tentang literasi, modernisasi, dan kapitalisme. Entah kenapa, setiap kali mencari buku untuk bahan tesis, saya selalu terpikat untuk membaca buku lain, meski tetap dalam bidang literasi. Dan sejak dulu, yang membuat saya semangat adalah buku-buku tentang pembelajaran Reading, Writing, dan terutama sastra. Barangkali ini memang sudah passion saja sejak dulu, sehingga buku/artikel apapun yang berbau literacy education dan literacy programs ikut memenuhi daftar bacaan saya.

Kali ini saya sedang membaca beberapa buku tentang Sustained Silent Reading (SSR). Tulisan-tulisan mas Satria, teman di milis Keluarga Unesa, membuat saya ingin menengok bagaimana kajian dan pengalaman SSR ini di negara lain. Silakan tengok pengalaman mas Satria menerapkan SSR di keluarganya di blognya. http://satriadharma.com/2006/02/21/%e2%80%9csustained-silent-reading%e2%80%9d-di-ruang-makan-saya/
dan http://satriadharma.com/2006/02/23/ssr-di-ruang-makan-saya-part-ii/

Sebenarnya di jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Unesa, kami sudah bertahun-tahun menjalankan program yang mirip  SSR sejak tahun 2000. Di rangkaian program Intensive Course untuk mahasiswa baru, kami memberlakukan kegiatan Independent Study (IS) seminggu sekali. Dalam IS ini, mahasiswa membaca simplified novels sesuai pilihan mereka sendiri. Buku-buku disediakan oleh jurusan, dan mahasiswa mencatat progress masing-masing dalam Reading Record. Sayangnya kegiatan ini memang belum pernah diteliti secara mendalam. Saya kurang tahu bagaimana pelaksanaan program Independent Study sekarang.

Buku pertama yang saya baca saat ini berjudul Free Voluntary Reading oleh Stephen Krashen (2011). Mahasiswa pendidikan Bahasa Inggris pasti sudah mengenal nama ini. Krashen adalah  penulis buku The Natural Approach, bersama dengan Tracy Terrel. Buku ini digunakan untuk bahan mata kuliah Teaching Methodology. Saking seringnya saya buku ini untuk mengajar dulu, saya lumayan hafal isinya. Buku satunya berjudul Building Student Literacy through Sustained Silent Reading karangan Steve Gardiner (2005). Gardiner adalah guru Bahasa Inggris di AS yang sudah berpengalaman menerapkan SSR di kelas-kelas yang dia ajar selama lebih dari 27 tahun.

Kedua buku ini berbeda caranya mengupas SSR, tapi saling melengkapi. Bila Krashen memberikan ringkasan dan daftar berbagai penelitian tentang SSR sebagai justifikasi ilmiah, Gardiner menulis secara naratif, berdasarkan pengalamannya sejak menjadi guru pertama kali. Dari kedua buku ini saya mendapatkan beberapa gambaran yang senada. Krashen memberi saya kemudahan menyarikan pemahaman saya di bab tentang karakteristik dan panduan singkat SSR. Di bab 1, Krashen menyampaikan 83 gambaran umum tentang program SSR. Di dalam program SSR, pada dasarnya guru menyisihkan waktu tertentu untuk membaca sebagai kegiatan yang menyenangkan (recreational). Siswa boleh membaca buku apapun yang mereka inginkan (dengan ukuran kepatutan) dan tidak ada kewajiban untuk ujian/penilaian atas apa yang mereka baca.

Saya berikan terjemahan bebas (dan ulasan saya) di bawah ini untuk memberikan panduan singkat dan sederhana bagi teman-teman guru, orang-tua, dan pegiat literasi yang ingin menerapkan SSR. Saya akan tuliskan dulu panduan singkat pelaksanaan SSR. Kemudian nanti di tulisan berikutnya (bila longgar) akan saya sampaikan beberapa gambaran umum (dari ke 83 point) yang menurut saya penting diketahui. Sebagian besar gambaran umum ini berbasis riset dengan bukti empiris, dan sebagian kecil didukung oleh laporan pengamatan yang perlu dikaji lebih mendalam.

Panduan Singkat SSR
1.      Lakukan sedikit namun rutin setiap hari, bukan dalam rentang waktu yang lama tapi hanya 1 minggu sekali. Ini mengingatkan saya pada program Independent Study di jurusan. Karena dilakukan seminggu sekali dalam waktu 90 menit, dampaknya terhadap kebiasaan membaca kurang signifikan. Selain itu, kegiatan ini sendiri menurut saya perlu pencatatan dan penanganan lebih baik sebagai bahan kajian.

2.       Lebih sedikit lebih baik. Bila Anda berasumsi siswa Anda bisa duduk tenang dan membaca selama 15 menit, maka sebaiknya sepakati untuk melakukannya 10 menit saja.

3.    . Pastikan ada banyak buku (dan bahan bacaan lain) tersedia.

4.      Buku komik bisa dipergunakan.

5.     Majalah juga boleh.
Di bukunya, Gardiner memilih untuk tidak menggunakan komik, majalah, dan surat kabar. Sebagai guru Bahasa Inggris, dia memandang bahwa siswanya (tingkat SMA) perlu membaca buku yang lebih focus, di luar bahan-bahan bacaan wajib sesuai kurikulum. Sebagai catatan, pembelajaran Bahasa Inggris di luar negeri berarti bahwa siswa wajib membaca karya sastra klasik dan kontemporer dan mampu menulis analisis sastra. 

6.       Buku berjenjang (graded readers) juga bisa dimanfaatkan. Di jurusan Inggris, jenis graded novels menjadi pilihan kami. Tujuannya adalah memperkenalkan mahasiswa baru dengan karya-karya sastra klasik dengan bahasa yang disederhanakan.

7.       Biarkan siswa memilih buku/bahan bacaan yang mereka inginkan.

8.     Sedapat mungkin minimalkan upaya ‘menyensor’ buku pilihan siswa (selama masih dalam batas-batas yang bisa diterima).

9.       Siswa boleh saja memilih membaca buku yang ‘mudah’ (di bawah tingkat kemampuan mereka).

10.    Siswa juga boleh memilih membaca buku yang ‘sulit’ (di atas tingkat kemampuan mereka).

11.   Siswa tidak wajib menuntaskan setiap buku yang mereka baca. Point ini saya kaitkan dengan buku Gardiner, di mana kadang-kadang siswa tidak menyukai buku yang sudah mereka pilih dan baca beberapa waktu. Dalam hal ini, mereka bisa beralih ke buku yang lain.

12.   SSR bukan program untuk pembaca pemula (yang baru belajar membaca). SSR juga tidak terlalu signifikan dampaknya terhadap siswa yang sudah memiliki kebiasaan membaca yang baik (advanced readers).

13.    Dukung program SSR dengan kegiatan-kegiatan yang bisa membuat pengalaman membaca semakin menyenangkan dan meningkatkan pemahaman (mis: membaca keras, kunjungan ke perpustakaan, diskusi buku, dsb.)

14.   Jangan menggunakan sistem imbalan untuk membaca, jangan menguji siswa atas bacaan mereka, dan jangan mewajibkan tugas laporan buku. Gunakan pola ‘zero or minimum accountability.’ Sekali lagi saya kaitkan point ini dengan buku Gardiner. Dalam menjalankan SSR, Gardiner amat tidak menyarankan pemberian reward. SSR harus didasarkan motivasi internal dari siswa. Satu-satunya reward yang konsisten diberikan oleh Gardiner adalah nilai bagus dalam pelajaran English. Konsistensi siswa bisa diganjar nilai A, tapi keengganan mengikuti SSR bisa saja membawa konsekuensi nilai F (Fail). Selama 27 tahun menggunakan SSR, Gardiner jarang sekali menemukan siswa yang tidak tertarik dengan SSR. Bahkan siswa yang bergelar ‘troublemaker’ pun menemukan kebebasan dalam program SSR.

Silakan dicermati dan dikomentari panduan singkat di atas, agar kita bisa mencari pola yang pas pengembangan program literasi di sekolah.  

Bila longgar lagi akan saya tuliskan daftar 83 gambaran umum SSR yang mendasari panduan singkat di atas.

Referensi:
Gardiner, Steve. 2005. Building Student Literacy through Sustained Silent Reading. Heatherton, Vic: Hawker Brownlow Education.
Krashen, Stephen. 2011. Free Voluntary Reading. Santa Barbara: Libraries Unlimited.

No comments: