Saya
sedang membaca (lagi) buku Popular
Culture and Representations of Literacy, yang ditulis oleh Bronwyn T.
Williams dan Amy Z. Zenger, terbitan Routledge tahun 2007. Buku beraliran Cultural Studies ini membahas bagaimana
budaya baca tulis dipotret dalam budaya pop. Fokus analisisnya diarahkan pada
film-film Hollywood atau yang blockbusters. Sejak
awal kuliah dulu, buku ini sudah bolak-balik saya pinjam dari Baillieu Library,
untuk melihat bagaimana caranya mengungkapkan elemen-elemen literasi dalam
budaya pop.
Banyak
yang bisa diungkap dan dipelajari dari bagaimana literasi direpresentasikan
sebagai aspek kehidupan sehari-hari para tokoh dalam film, apakah itu yang ber-genre drama sosial, komedi romantis,
fantasi, sampai action. Hal yang menarik di buku ini adalah pernyataan penulis
bahwa sangat susah memilih film untuk objek analisis, karena saking mudahnya
menemukan scene bernuansa baca tulis di hampir setiap film. Ini menunjukkan
bahwa literasi sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat
di Amerika.
Dengan
asumsi seperti ini, maka representasi literasi dalam film Hollywood tidak hanya
sekedar diarahkan pada ada tidaknya potret literasi, namun lebih pada bagaimana
literasi dimaknai. Membaca buku ini menjadi asyik, seperti memutar kembali
film-film yang pernah saya tonton, atau membaca ulasan singkat film yang belum
sempat saya nikmati. Misalnya saja, kita semua pasti tahu bagaimana mudahnya
James Bond menguasai penggunaan senjata baru tanpa harus baca manual. Bahkan ketika M memberi briefing tentang tugasnya, dengan
memberikan segepok file, Bond sudah tahu profil musuh yang harus dihadapi tanpa
membuka dokumen. Atau file-in-the-desk
moment di banyak film action, ketika sang lakon dipanggil
atasannya, dan disodori dokumen yang berisi daftar pelanggarannya. Padahal
aksi-aksi di luar jalur itu dilakukan untuk ‘menyelamatkan dunia.’
Contoh-contoh seperti ini dimaknai sebagai penolakan ‘the hero’ terhadap literasi gaya konvensional, yang biasanya
diusung oleh sosok birokrat.
Contoh
besarnya peran literasi bisa ditemukan di film-film yang oleh penulis disebut
sebagai ‘the triumph of literacy’ films.
Para pencinta sastra pasti sudah menonton Dead
Poets’ Society. Judul ini mengacu pada kelompok pembaca dan penulis yang
rutin bertemu secara rahasia di hutan kecil pada malam hari. John Keating,
seorang guru Bahasa Inggris, diperankan sangat apik oleh Robin Williams, dan
mengusung misi literasi sebagai ‘emotional
salvation.’ Film ini juga memotret benturan pandangan tentang literasi di
masyarakat. Apakah siswa perlu menguasai ketrampilan literasi sebagai komoditi
untuk terjun ke masyarakat, agar bisa meraih profesi bergengsi, ataukah
literasi menjanjikan transformasi emosional dan intelektual. Tantangan seperti
ini seringkali menimbulkan jarak antara anak dan orang-tua. Potret sejenis juga
bisa ditemukan di novel Hard Times
karya Charles Dickens. Mana yang lebih penting, sains atau seni dan sastra?
Banyak
lagi jenis film yang mengangkat bagaimana literasi mentransformasi perempuan menjadi
sosok yang lebih mandiri atau punya posisi tawar yang lebih tinggi seperti Monalisa Smile, Nanny McPhee, dan My Big Fat Greek Wedding. Ada juga yang
merepresentasikan literasi sebagai kekuatan dunia hitam dan membahayakan,
seperti pada Harry Potter and the Chamber
of Secrets (2002) dan The Lord of the
Ring: The Fellowship of the Ring. Harry Potter, Ron, Hermione, dan juga
Gandalf menemukan kekuatan hitam melalui akses ke buku-buku kuno.
Bagaimana
dengan film-film Indonesia? Saat pertama kali membaca buku ini, saya terpancing
untuk mencari-cari apakah ada film atau sinetron Indonesia yang mengandung
peristiwa baca tulis. Ternyata kok ya susah banget menemukannya, berbanding
terbalik dengan susahnya mencari film Hollywood yang tidak ada scene bernuansa literasi. Apakah ini
mengindikasikan bahwa literasi belum menjadi bagian dari budaya Indonesia?
Hanya sedikit sekali yang saya temukan. Beberapa contoh yang bisa saya sebut
antara lain film 5 cm. Saya nonton film
ini saat pulang kampung akhir tahun lalu, ada scene di mana tokoh Riani dan
Zafran sedang chatting. Ini setidaknya menggambarkan penguasaan literasi digital. Yang paling
menonjol malah sosok Zafran (Herjunot Ali) yang pencinta sastra dan jago
berpuisi. Coretannya berserakan di dinding. Dia gunakan kemahiran menulis kata-kata indah ini untuk menarik hati Dinda, adik Ian, salah
satu sahabatnya.
Laskar Pelangi jelaslah mengusung
pentingnya literasi sebagai bagian dari pendidikan Sosok Lintang menjadi bintang karena kegilaannya
membaca, dan juga Mahar sang pencinta seni, dan pastinya Ikal sendiri. Atau
bisa juga kita tengok Ada Apa Dengan
Cinta, yang lumayan kental dengan nuansa buku, mading, dan sastra. Tokoh
utamanya, Cinta (Dian Sastro) dan Rangga (Nicholas Saputra), diprotret sebagai
sosok pecinta buku dan jago berpuisi.
Seorang penulis Indonesia, Gol a Gong, juga menyiratkan keprihatinannya tentang sedikitnya potret literasi di budaya pop Indonesia. Kebetulan pas ke Bailleu Library, saya ‘nemu’ buku Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara (2012) yang ditulis bareng oleh Gol A Gong dan Agus M. Irkham. Di tulisan ‘Jangan Matikan Televisi, Gol A Gong juga menunjukkan kontrasnya film Barat dan film Indonesia tentang kebiasaan membaca para tokohnya (hal. 26).
Sepengetahuan
saya, topik literasi belum tergarap dengan baik di khasanah penelitian di
Indonesia. Oops, sebenarnya saya sendiri juga baru ‘ngeh’ akan luasnya kemungkinan
menggarap topik ini di bidang apapun. Di bidang sastra dan budaya saja,
kayaknya tidak akan habis dikupas untuk skripsi 100 mahasiswapun. Saya optimis gambaran literasi bisa ditemukan di budaya pop di Indonesia. Setidaknya, komik-komik silat sering menunjukkan bagaimana sang lakon berlatih jurus baru secara sembunyi-sembunyi dari kitab kuno jurus persilatan. Literasi dan budaya pop adalah topik yang amat maknyus. Inilah
barangkali menjadi salah satu alasan mengapa sekarang ini saya ‘jatuh cinta’
dengan dunia ini. Rasa-rasanya, sejauh mata memandang, yang terlihat adalah
peristiwa literasi. Well, what you see is
what you want to see.
Ada yang
mau menjawab tantangan ini?
Catatan: Gambar-gambar diunduh dari google image
No comments:
Post a Comment