Rabu, 7 September 2011.
Kukeringkan air mataku yang masih berusaha menyeruak setelah 4 jam
duduk di pesawat. Kuhadapi segala gangguan rasa dingin di hati dengan jaket, selimut,
dan suguhan dari para flight attendant. Aku tidak boleh menyia-nyiakan
kepercayaan suami dan keluarga.
07.30. Kujejakkan kakiku untuk pertama kalinya di benua Kangguru.
Kusiapkan diriku sepenuhnya untuk menjemput impianku. Melbourne, one of the most
livable cities in the world, adalah kota yang sangat multikultural, bahkan sejak
aku keluar dari mulut pesawat. Harapanku untuk mendengar celotehan percakapan
Bahasa Inggris ala Australia ditenggelamkan oleh cekikikan anak-anak muda dalam
bahasa Mandarin. Dan percaya atau tidak, percakapan pertama yang jelas
kutangkap di dekatku adalah obrolan dua orang ibu tentang anak-anaknya, dalam
bahasa Indonesia, ketika kami sama-sama antri di toilet.
Kesan ini berlangsung praktis tiap jam dalam hari pertamaku di
Melbourne. Sambutan Silvi yang hangat di apartemen kami di Brunswick, sekitar 30
menit dari airport, dan juga telpon pak Munir, teman di Jurusan bahasa Inggris yang
sedang studi S3 di Monash, menghiasi 2 jam pertamaku.
Karena masih banyak waktu, menjelang tengah hari aku sudah berada
di tram 19 menuju kampus. Ditemani Silvi yang menjadi guide sangat baik sekali,
aku menyusuri jalan di sepanjang kampus. Aku lakukan banyak hal hari ini.
Membuka rekening baru di Commonwealth bank di area kampus, menyetorkan
berkas-berkas untuk pencairan beasiswa, memfinalkan enrolment process, bertemu
supervisorku yang sangat cantik dan masih muda.Dia bahkan sudah menunjukkan
beberapa office space yang aku bisa pakai untuk mulai kerja. Dan pukul 5 sore,
aku sudah memegang student ID card. I'm officially a student of the University
of Melbourne, the no. 1 University in Australia.
Di tengah-tengah urusan administrasi, bahkan kami masih sempat
jalan-jalan ke Central Business District yang tidak jauh dari kampus, makan
siang di Nelayan restaurant milik orang Indonesia. Alhasil, celotehan bahasa
Indonesiapun tetap terdengar. Aku katakan pada Silvi, kalau kita tidak menoleh
keluar pintu kaca, hampir pasti aku masih merasa sedang makan di pecel bu Kus
di Pondok Indah Wiyung.
Pukul 10 malam akhirnya kami sampai di apartemen. What a long day,
a long walk, a long tram ride I've made today. Tapi tidak ada yang kutunggu
selain segera membuka skype untuk videocalling dengan anak-anak dan suami.
Wajah ceria Adzra dan Ganta menyeruak, menghangatkan tubuhku yang masih terbalut
jaket, ditambah selimut tebal, dan electric blanket di bawah sprei. Meski sudah
masuk musim semi, tubuh yang tidak punya cadangan lemak ini masih bekerja keras
untuk melawan dinginnya udara bersuhu 8 derejat Celcius. Mas Prapto nongol dengan kaus singletnya, berhaha-hihi sambil
menyuruhku untuk makan banyak-banyak ketika melihatku terbungkus
berlapis-lapis.
Pukul 12 malam, atau di Surabaya 3 jam lebih lambat, akhirnya mas
Prapto ngobrak-ngobrak untuk segera tidur, ya buat Adzra dan aku. Bersama-sama
kami bacakan doa sebelum tidur buat Adzra. Have a good night sleep, anakku
sayang.
Hari pertamaku sangat memuaskan. Semua urusan lancar, dan tetap
bisa ngobrol banyak dengan anak-anak dan suami. Dua paruh hatiku yang kukira
harus terpisah ternyata begitu mudah terpautkan oleh teknologi.Alhamdulillah ya
Allah, semoga Engkau ridhoi niatku menuntut ilmu di sini, dan semoga kami
selalu berada dalam lindunganMu.
1 comment:
would you please to upload some photos in your next post, ma'am? :)
i'd like to see how Melbourne is.
Post a Comment