Sunday, September 11, 2011

TUNED IN ALREADY ON MY FIRST DAY


Rabu, 7 September 2011.
Kukeringkan air mataku yang masih berusaha menyeruak setelah 4 jam duduk di pesawat. Kuhadapi segala gangguan rasa dingin di hati dengan jaket, selimut, dan suguhan dari para flight attendant. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kepercayaan suami dan keluarga.

07.30. Kujejakkan kakiku untuk pertama kalinya di benua Kangguru. Kusiapkan diriku sepenuhnya untuk menjemput impianku. Melbourne, one of the most livable cities in the world, adalah kota yang sangat multikultural, bahkan sejak aku keluar dari mulut pesawat. Harapanku untuk mendengar celotehan percakapan Bahasa Inggris ala Australia ditenggelamkan oleh cekikikan anak-anak muda dalam bahasa Mandarin. Dan percaya atau tidak, percakapan pertama yang jelas kutangkap di dekatku adalah obrolan dua orang ibu tentang anak-anaknya, dalam bahasa Indonesia, ketika kami sama-sama antri di toilet.

Kesan ini berlangsung praktis tiap jam dalam hari pertamaku di Melbourne. Sambutan Silvi yang hangat di apartemen kami di Brunswick, sekitar 30 menit dari airport, dan juga telpon pak Munir, teman di Jurusan bahasa Inggris yang sedang studi S3 di Monash, menghiasi 2 jam pertamaku.

Karena masih banyak waktu, menjelang tengah hari aku sudah berada di tram 19 menuju kampus. Ditemani Silvi yang menjadi guide sangat baik sekali, aku menyusuri jalan di sepanjang kampus. Aku lakukan banyak hal hari ini. Membuka rekening baru di Commonwealth bank di area kampus, menyetorkan berkas-berkas untuk pencairan beasiswa, memfinalkan enrolment process, bertemu supervisorku yang sangat cantik dan masih muda.Dia bahkan sudah menunjukkan beberapa office space yang aku bisa pakai untuk mulai kerja. Dan pukul 5 sore, aku sudah memegang student ID card. I'm officially a student of the University of Melbourne, the no. 1 University in Australia.

Di tengah-tengah urusan administrasi, bahkan kami masih sempat jalan-jalan ke Central Business District yang tidak jauh dari kampus, makan siang di Nelayan restaurant milik orang Indonesia. Alhasil, celotehan bahasa Indonesiapun tetap terdengar. Aku katakan pada Silvi, kalau kita tidak menoleh keluar pintu kaca, hampir pasti aku masih merasa sedang makan di pecel bu Kus di Pondok Indah Wiyung.

Pukul 10 malam akhirnya kami sampai di apartemen. What a long day, a long walk, a long tram ride I've made today. Tapi tidak ada yang kutunggu selain segera membuka skype untuk videocalling dengan anak-anak dan suami. Wajah ceria Adzra dan Ganta menyeruak, menghangatkan tubuhku yang masih terbalut jaket, ditambah selimut tebal, dan electric blanket di bawah sprei. Meski sudah masuk musim semi, tubuh yang tidak punya cadangan lemak ini masih bekerja keras untuk melawan dinginnya udara bersuhu 8 derejat Celcius. Mas Prapto nongol dengan kaus singletnya, berhaha-hihi sambil menyuruhku untuk makan banyak-banyak ketika melihatku terbungkus berlapis-lapis.

Pukul 12 malam, atau di Surabaya 3 jam lebih lambat, akhirnya mas Prapto ngobrak-ngobrak untuk segera tidur, ya buat Adzra dan aku. Bersama-sama kami bacakan doa sebelum tidur buat Adzra. Have a good night sleep, anakku sayang. 

Hari pertamaku sangat memuaskan. Semua urusan lancar, dan tetap bisa ngobrol banyak dengan anak-anak dan suami. Dua paruh hatiku yang kukira harus terpisah ternyata begitu mudah terpautkan oleh teknologi.Alhamdulillah ya Allah, semoga Engkau ridhoi niatku menuntut ilmu di sini, dan semoga kami selalu berada dalam lindunganMu. 

1 comment:

Pratiwi Utaminingsih said...

would you please to upload some photos in your next post, ma'am? :)
i'd like to see how Melbourne is.