Kapan
dulu saya datang ke sekolah Ganta untuk 'rapotan.' Seperti pada umumnya
di luar negeri, orang-tua bisa ketemu dengan masing-masing guru mata pelajaran selama 5 menit.
Guru yang pertama saya temui adalah guru ESL-nya. Saya tahu bahwa
selama term 1 di Year 11 ini, Ganta 'sibuk' membaca novel I'm Not Scared
karya penulis Italy Niccolo Ammaniti. Dia juga nonton filmnya di
kelas. Komentar gurunya, 'I know that Ganta is not a reader. But for a
person like him, his report is quite good.'
Saya
suka gemes dengan Ganta yang
suka menunda baca bab-bab yang ditugaskan. Dan dia juga tahu berapa
kali ibunya ngomel agar lebih banyak baca, baca, dan baca. Padahal jaman
kecil dulu, kebiasaan dongeng juga rutin saya lakukan. Kalau pas
liburan juga sering saya kasih tugas baca dan buat summary. Itu jaman SD
dulu, pas masih rada nurut. Jaman SMP dan SMA, nge-band dan dolan lebih
banyak menyita hari-harinya.
Saat
mulai sekolah di sini, saya mensyukuri (baca: Gan, kapokmu kapan)
'pemaksaan' kegiatan membaca di sekolah. Mas Eko Prasetyo, teman di milis Ganesa bilang, membaca kadangkala memang harus dipaksakan. Saya mengamini pendapatnya, karena memang ada dampak positifnya. Selama 1 tahun sekolah di Melbourne, yakni sejak di Language Centre selama
20 minggu, 2 term di year 10, dan 1 term yang baru usai di Year 11,
setidaknya Ganta dipaksa membaca sekitar 5
simplified novels dan 3 unabridged novels. Meski tidak semuanya klasik, tapi
sudah masuk kelas sastra berkualitas, seperti The Pearl-nya John
Steinbeck dan Animal Farm karya George Orwell. Di mata ibunya yang rada melek sastra, tugas-tugasnya juga membuat
saya bertepuk tangan. Nulis summary, report, analysis, interpretation,
dan whatever-lah, yang biasanya menjadi bagian dari tugas yang saya dan teman-teman berikan di jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Unesa.
Apa
Ganta keponthal-ponthal? Untuk pahami ceritanya sih gak sampai gulung
kuming, tapi bahwa dia harus membiasakan baca detil dan cari quote di
novel untuk support analisis tentang tema tertentu, ini yang buat dia
harus membentuk kebiasaan baru. Barangkali abot juga untuk model kayak
Ganta, hasil pendidikan di Indonesia yang praktis tidak membudayakan literasi, bahkan di pelajaran Bahasa Indonesiapun. Di sini, Ganta harus teliti membuka halaman per halaman novelnya. Kadang dia harus menelan egonya (maklum anak remaja) dengan tanya-tanya ibunya. Tapi membaca summary dan
analysis yang pernah dia buat sampai 3 halaman, tak urung saya membatin,
'eh, anakku boleh juga nih.'
Saya selalu mencari cara agar Ganta membaca di luar yang diwajibkan sekolah. Pernah suatu saat dia tanya,
Ganta : Ibu' dulu pakai language program gak?
Aku
: Nggak
Ganta : Waktu di Texas?
Aku : Nggak, begitu datang langsung kuliah.
Ganta : Kok ada teman-teman ibu' di sini sik ikut English program lho?
Aku : Yo be'e TOEFL-nya sudah bagus.
Ganta : Berarti ibu' pinter
Aku : Ya yok apa lo jaremu?
Ganta : Kok iso pinter gitu?
Aku : (Kesempatan) Merga senang MACA!
Ganta : (Lempar bantal ke
ibunya)
Tidak semudah membalik tangan memang, tapi setidaknya buku sudah diliriknya (meski belum tentu dibaca tuntas). Saya kira ini karena pembiasaan literasi yang diterapkan di sekolah. Bagaimanapun
bedanya minat Ganta sekarang yang lebih ke musik, setidaknya semua
mapel yang dia ambil (Music, Media, English, Psychology, Biology,
Indonesian as First Language) lumayan membuat dia lebih banyak baca dan
nulis report.
Di
kelas Media, gurunya bilang bahwa sebenarnya mapel ini mirip dengan
English. Katanya, 'if a student
finds literature too hard in English class, then they will like Media.'
Saya nggak heran juga, wong memang sekarang ini saya lagi menekuni Media
and Cultural Studies. Gak heran juga kenapa Ganta suka mapel ini, karena
banyak nonton dan review film dan belajar digital production.
Saya
sering ditanya/setengah dicurhati oleh teman-teman sesama mahasiswa dari
Indonesia, terutama anak-anak Master. "Kenapa ya mbak, anak-anak sini
enak dan lancar aja kasih pendapat dan me-review bahan bacaan yang lagi
dibahas. Kita mau ngomong mikir dulu, gimana caranya ngomong, apa yang
harus ditulis, belum lagi perasaan 'penting nggak ya yang mau saya
sampaikan. Eh, ternyata
anak-anak sini jawabannya ya sebenarnya gitu-gitu aja, yang kita
sebenarnya sudah tahu." Saya tahu benar perasaan seperti ini. Saat sekolah S2 di Texas dulu, rasa yang sama sering menghantui. Apalagi di jurusan Literature yang saya ambil saat itu, jumlah mahasiswa internasional tidak pernah melampaui angka 3. Di semua kelas yang pernah saya ikuti, praktis saya satu-satunya mahasiswa internasional. Pernah suatu saat di kelas Medieval literature, kami membahas dan berlatih membaca keras 18 baris pertama dari The General Prologue karya Chaucer. Bahasanya middle English yang buat lidah keriting. Eh, ada teman sekelas yang malah bilang bahwa karya itu menjadi bahan wajib di SMAnya dulu. Glodak!
Kalau
mau merunut pembiasaan literasi sejak di bangku sekolah, saya jadi nemu jawabannya. Di tulisan sebelumnya
saya bicara tentang tentang Home reading sejak Prep-Year. Sorenya saya ngobrol
dengan mbak Diana, teman PhD, dosen Psikologi dari UGM. Anaknya satu sekolah
dengan Adzra, dan yang gede sudah Year 4, sementara adiknya Year 1.
Mereka tinggal di sini 1 tahun lebih awal daripada saya. Nah, menurut
mbak Diana, yang juga getol dengan dunia anak, Home Reading untuk Year 2
ke atas sudah tidak lagi diwarnai dengan award sticker sebagai tanda
pencapaian (25 books, 50 books, 100 books, dst). Anak-anak tingkat atas
sudah diberi tugas report writing. Mereka menuliskan character, theme,
setting, plot, dan elemen-elemen penting dari buku yang sudah dibaca. Weleh, lha
tugas model begini baru dikenalkan ke mahasiswa semester 1 di jurusan
Inggris, di sini sudah dimulai sejak SD. Pantes saja anak-anak lokal sudah nglonthok dengan tugas book review!
Hmm,
saya kok merasa PR saya nanti saat pulang semakin panjang ya! Tugas
tambahan: membuat anak-anak (tetangga, ponakan) terbiasa dengan dunia
baca tulis yang membebaskan interpretasi.
1 comment:
Saya speechless, asli.. T_T
SMP dulu saya baca karya karya Balai Pustaka. SMA saya baca Esai Emha Ainun Najib (dan gak mudeng waktu itu)
Lha, Ganta sudah baca Animal Farm di sana, saya hari ini baca novelnya Harukimurakami juga belum kelar -_-
Post a Comment