Friday, March 08, 2013

BELAJAR MEMBACA


Sejak Senin kemarin, Adzra pulang sekolah dengan menenteng tas biru. Tas ini simbol bahwa reading program untuk Prep Year di Moreland Primary School sudah mulai. Tiap hari selalu ada buku baru yang jadi PR membaca. Jadilah saya dan Adzra menjalankan rutinitas baru, di luar acara baca buku cerita seperti biasanya. Kali ini ditambah dengan membaca buku dengan graded level, sambil bermain-main dengan sounds

Kalau dilihat isi bukunya, sebenarnya amat sangat simpel. Buku pertama yang dibawa pulang misalnya, cuma berisi satu kalimat pendek di tiap halaman. Tiap kalimat hanya terdiri dari 3-5 kata, dengan 3 kata yang diulang-ulang dari halaman pertama sampai terakhir. Yang gede dan memenuhi halaman adalah gambarnya.

Ini bunyi isi bukunya:

I Like Rice
I Like Rice
I Like Rice with Beans
I Like Rice with Fish
I Like Rice with Chicken
I Like Rice with Sausages
I Like Rice with Tomato
We Like Rice

Bisa ditebak gambarnya adalah anak bawa piring dengan kacang-kacangan, ayam, sosis, tomat, dan halaman terakhir semua anak memegang piring nasi dengan isi macam-macam.

Lalu bagaimana Adzra memproses kata dan kalimat-kalimat tersebut. Namanya anak, pasti gambarnya yang jadi pegangan. Seperti kata 'sausages' ya cuma dibaca 'sausage,' atau 'tomato' malah dibaca 'tomatoes.' Jadi sebenarnya dia belum bisa dikatakan mengenal kata-kata di atas dalam bentuk tulis. Ketika gambarnya coba saya tutup, baru ketahuan kalau dia baru bisa menebak kata kalau ada gambarnya. Meski Adzra sudah tahu bunyi alphabet dalam bahasa Inggris, dia belum bisa merangkaikan bunyi. Hmm, harus cari cara nih, bagaimana sebenarnya metode yang pas. 

Perbedaan antara letters dan sounds dalam Bahasa Inggris membuat saya mencari-cari referensi bagaimana sebenarnya Phonics model berfungsi membantu anak membaca. Apalagi sounds dalam Bahasa Inggris sifatnya irregular. Dalam bahasa anak-anak, 'sounds can work together like friends in a team, but sometimes they don't behave appropriately, just like a six-year old kid does.' Kalau pembelajar dewasa sih sudah jelas bisa memproses kata lebih cepat karena memorization.

Metode phonics mengajak anak untuk bermain-main dengan sounds. Jadi bukan hanya bisa mengucapkan ei bi si di i ef i seperti ABC song, namun membaca bunyi, seperti æ bəh kəh dəh e fəh. Akhirnya malah jadi guyon, seperti membaca kata fish dengan cara 'fəh fəh  fəh i i i ʃ ʃ ʃ,  / fiʃ /. 

Namun apakah cara ini satu-satunya yang dipakai untuk belajar membaca. Saya pikir, daya memori anak juga mampu mengenal kata dan bunyinya dalam satu kesatuan dengan melihat kata tersebut muncul secara berulang dalam buku. Rasanya ada benarnya, karena di cover belakang buku itu memang disebutkan high frequency words yang ada di dalamnya, yakni I, Like, Rice. with. Ini yang disebut dengan sight reading

Berdasarkan referensi dan pengamatan, plus pengalaman langsung mengajari Adzra, bolehlah sementara ini saya mengambil simpulan bahwa metode yang pas untuk mengajari anak membaca adalah dengan menggabungkan antara sight reading dengan phonics. 

Melafalkan kata nampaknya bisa jadi permainan yang menyenangkan. Setidaknya, itu yang saya lihat pada Adzra. Dia kebetulan punya teman baru, Sarah, yang baru 2 minggu masuk MPS ke Prep. Tinggalnya pas di atas unit saya. Jadilah mereka berdua bermain bersama setiap hari. Sarah yang baru belajar bahasa Inggris malah jadi 'sasaran' Adzra yang suka bermain peran jadi guru. Ini yang terjadi kemarin, ketika Sarah ikut bergabung belajar membaca.

Ibu'e Adzra: Ayo Sarah, tirukan tante, I Like Rice with Fish
Sarah (masih malu-malu), membunyikan fish dengan 's' biasa.
Adzra: Sarah, look at me, /fiʃ/,  sambil memonyongkan mulutnya untuk membunyikan ʃ.                              

Weleh, lha kok jadi kayak ibunya waktu ngajar Pronunciation di jurusan Inggris. 

No comments: