Wednesday, June 11, 2014

MENANDAI BERKAH HARI INI

Hari ini hari spesial buat saya. Pagi ini, pukul 9:30 saya ada jadwal mammogram dan USG di Pauline Gandel Women's Imaging Centre, Royal Women's Hospital. Ini rumah sakit yang menangani 2 kali operasi payudara kiri saya. Juga tempat saya menjalani kemoterapi 1-3. Hitung-hitung memang sudah setahun sejak lumpectomy, operasi pengangkatan benjolan, pada tanggal 19 Juni 2013, yang kemudian diikuti dengan mastectomy, pengangkatan payudara kiri, dua minggu setelahnya.

Sesuai prosedur, pemeriksaan dilakukan setahun setelah operasi .Pemeriksaan mammogram dilakukan dengan cara memasang alat yang menekan bagian payudara dari sisi atas bawah. Pakaian di bagian atas perlu dilepas semua. Itulah sebabnya disarankan mengenakan celana panjang atau rok. Kebayang nggak sih kalau cuma pakai atasan atau baju terusan, hehe. Tapi buat hijaber kayak saya sih tidak jadi masalah. Toh jilbab juga tetap bisa dikenakan. Hanya saja buat radiographernya memang agak susah menangani klien yang kecil dan 'tipis' seperti saya, hehe. Berkali-kali dia minta maaf karena kuatir saya merasa tidak nyaman. Saya sih relaks saja. Untungnya juga para stafnya perempuan, sehingga mengurangi perasaan risih.

Saya pikir yang akan dicek kembali adalah lokasi sekitar payudara kiri yang sudah diangkat. Di ruang mammogram saya baru tahu bahwa ternyata yang dicek adalah payudara kanan. Radiographernya, yang berwajah India, bahkan terpaksa mengulang pemeriksaan. Entah mungkin karena hasilnya kurang meyakinkan.

Diperiksa di bagian payudara yang lain membuat saya sempat deg-degan juga. Walapun saya tidak punya keluhan sama sekali selama ini. Saya tepiskan jauh-jauh perasaan negatif. Sambil menunggu panggilan untuk USG, saya buka kembali HP saya. Meneruskan jatah tilawah hari ini di grup One Day Half Juz (ODHJ) yang saya ikuti. Sekalian biar hati lebih tenang dan ikhlas menghadapi segala kemungkinan.

Giliran USG, staf lain yang cantik dan ramah ganti menangani saya. Dia minta maaf karena saya harus menunggu beberapa waktu. Sebelumnya saya sempat melihat seorang pasien masuk dan keluar lagi dari ruang USG yang sama. Raunggannya yang mengiris telinga membuat saya iba. Apa gerangan yang dia alami?

Saya sempat tanya kenapa dengan pasien sebelumnya. "Iya, kasihan dia kesakitan di daerah perut. Belum ketemu penyebabnya. Yah begini memang di RS ini, perlu empati menangani berbagai macam kondisi," jawabnya.

Sambil menjalani pemeriksaan USG, saya ngobrol dengan dia tentang banyak hal. Tentang perasaan nyaman saya ditangani di rumah sakit ini. Semua staf ramah dan nampak sekali bekerja dengan tulus.

Sempat saya tanyakan juga mengapa payudara kiri tidak diperiksa. Jawabnya, "kan tidak ada breast tissue lagi di sebelah kiri."

"Mudah-mudahan tidak ada masalah dengan yang kanan ya. Saya tidak merasa ada keluhan apa-apa kok," ujar saya.
"Ya gak apa, saya cuma ingin melakukan pemeriksaan menyeluruh. Prosedurnya begitu," jawabnya.
"Ya betul, setelah apa yang saya alami satu tahun ini, sangat penting melakukan deteksi dini," jawab saya dengan yakin.

Akhirnya terdengar pernyataan yang saya tunggu-tunggu. "Bagus Tiwi, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan."

Alhamdulillah, ya Allah. Lebih dari setahun saya menjalani serangkaian pemeriksaan dan perawatan kanker payudara. Terapi dengan suntikan Herceptinpun masih terus berjalan sampai Oktober mendatang. Setelah kemoterapi usai pertengahan Desember lalu, saya memang praktis sudah balik aktivitas studi seperti biasa. Namun harus saya akui bahwa pernyataan barusan memberikan semangat luar biasa. Hari-hari ke depan terbayang semakin semarak saja.

Tentu saja saya belum bisa mengatakan bahwa saya adalah cancer survivor, alias bebas dari kanker, sebelum lima tahun. Namun insya Allah semua akan berjalan dengan lebih baik.

Kesehatan jiwa raga adalah rizki yang amat mahal harganya. Dan Allah telah memberikan berkahNya hari ini. Alhamdulillah. Semoga karunia ini semakin meningkatkan imanku padaMu ya Allah.


11 Juni 2014
John Medley Bld
The University of Melbourne

Monday, June 02, 2014

ENGLISH UNESA CONNECTION IN MELBOURNE

Tidak ada rasa yang lebih menggembirakan bagi seorang guru daripada mendengar kesuksesan muridnya. Apalagi bila kemudian guru dan murid bertemu di sebuah tempat nun jauh dari tanah air. Kira-kira begitu perasaan saya ketika menerima pesan inbox di FB.

"Assalamualaikum. Bu Tiwi, sekarang masih di Melbourne? Saya sedang mengikuti pertukaran pemuda muslim di Melbourne. (Sobi)."

Shobikhan Ahmad, yang lebih dikenal jagat seantero Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris Unesa sebagai Sobi, bagi saya adalah salah satu mahasiswa yang super. Super aktif, santun, se-super kegiatan yang dia promotori sendiri, Super Teacher. Sobi sebenarnya mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Saya lupa angkatan berapa dia. Kalau tidak salah angkatan 2006. Jadi saya sebenarnya hampir tidak pernah melihat dia di kelas saya. Kecuali saya saya mengajar Academic Writing di kelas Pendidikan. 

Dari mbakyu Prof. Lies Amin saya tahu bahwa setelah lulus tahun 2010,  dia kembali pulang ke Yogya. Membesarkan sekolah bapaknya di Bantul. Dan saya juga baru tahu kalau tahun kemarin Sobi berkunjung ke negara Tirai Bambu untuk program pertukaran pemuda juga. Wow, impressive!

Sobi sampai di Melbourne hari Senin yang lalu. Dan bersama rombongan dia akan berada di Melbourne selama seminggu. Nampaknya acaranya padat sekali. Jadi saya cuma bisa mengikuti update dia via ngobrol per telpon dan whatsapp.

"Mam, kami lagi inter-faith dialogue dengan komunitas Kristen."
"Mam, saya lagi makan di Sydney Road."
 "Mam, kami mau berkunjung ke Islamic Museum of Victoria."
 "Mam, nanti mau Jum'atan di Jeffcott Street."

Dan saya cuma bisa bilang,
 "walah, Bi, itu dekat rumah saya."
 "Fotomu di kampus Unimelb itu pas di bawah kantor saya."
 "Makan di resto ini saja."
 "Kalau belanja souvenir di Vicmart di tokonya mas X saja."

Weleh, susah banget mau ketemu. Padahal jarak fisik mungkin tidak sampai 5 kilometer.

Tapi akhirnya kami bisa bertemu juga. Sabtu sore, 31 Mei 2014, kebetulan komunitas Pengajian Brunswick mengadakan pengajian bulanan. Apalagi lokasinya di Warr Park, yang cuma sepelemparan batu dari  unit apartemen saya di De Carle Street, Brunswick. Sekalian saja saya undang Sobi untuk bergabung. Niatnya sih ngompori supaya dia ketemu komunitas mahasiswa Indonesia di Melbourne. Biar segera cari beasiswa untuk bisa sekolah ke luar negeri, hehe.

Saya temui di tram stop 26 route 19 di Sydney Road, stop yang paling dekat dengan lokasi, Sobi muncul dengan wajahnya yang jenaka. Lengkap dengan beanie (topi musim dingin) warna putih model binatang. Pasti hasil hunting di Vicmart (bisa jadi di toko tempat mas Prapto kerja dulu, hehe). Wajahnya lebih bersih. Ya lah, gak kumus-kumus lagi seperti jaman mahasiswa dulu. Segera kami bergegas ke Warr Park yang cuma 2 menit dari Sydney Road. "Sekalian shalat maghrib dulu Bi, kita sudah mau mulai berjamaah."

Bukan Sobi kalau tidak dikenal orang lain. Baru juga seminggu di sini, dia sudah kenal beberapa orang. Singgih, mahasiswa asal Bantul yang dia kenal saat shalat di musholla kampus Unimelb. Bahkan Sobi juga ketemu dengan seniornya di PCMI (Purna Caraka Muda Indonesia). Ini organisasi mantan peserta pertukaran pemuda antar negara (PPAN). Saat saya ngobrol lesehan dengan Sobi selama acara, Pipin, mahasiswi S2 asal Yogya yang duduk di sebelah saya, bertanya,

"sik, sik, iki Sobi ya?"

Saya yang gantian melongo. Ternyata meskipun mereka belum pernah ketemu, nama Sobi cukup tenar di group PCMI. Pastinya berkat kiprahnya di Super Teacher.

 "Sobi iki fenomenal mbak. Wee...tibake muride mbak Tiwik to." (Bolehlah numpang beken).

Kami ngobrol amat gayeng. Tentang program PPAN yang diikuti Sobi di Cina. Dia sempat tunjukkan videonya ketika demo pencak silat. Masih lengkap dengan baju batiknya. "Spontan itu Mam. Gak ada persiapan sama sekali." Ngobrol tentang acara-acaranya selama di Melbourne. Dan yang paling menarik justru kiprahnya di bidang pendidikan. Tentang proyek sekolahnya di hutan.. Tentang SMP Islam di Bantul di mana dia jadi kepala sekolahnya. Saya perhatikan antusiasme Sobi ketika bercerita tentang sekolahnya ini. Jiwa Sobi memang di sini. Nampak sekali dia ingin menerapkan metode-metode visioner. Tak heran sekolahnya terpilih menjadi sekolah berprestasi.

"Ayo Bi, ndang sekolah lagi."
"Iya Mam, sebenarnya istri saya malah yang pingin S3 di Jepang. Saya minta waktu 1 tahun lagi untuk membesarkan sekolah ini. Kalau sudah siap ditinggal, baru saya dan istri akan berencana lanjut studi."

Siapa tidak bangga punya murid seperti ini. Bukan hanya sekedar pinter. Saat baru lulus dia sempat membantu jurusan mengajar di program Intensive Course untuk mahasiswa semester 1. Tapi jiwanya yang selalu ingin memberdayakan komunitas melalui pendidikan itu yang patut diapresiasi dan didorong terus. Maka tak salah saya sangoni dia buku Berbagi untuk Negeri tulisan Prof. Luthfiyah Nurlaela. Kisah-kisah SM3-T Unesa pasti akan semakin menginspirasi Sobi. Tak lupa kumcer Ndoro, Saya Ingin Bicara juga berpindah tangan. Juga beberapa buku yang mudah-mudahan bisa menambah wawasan siswa-siswinya di Bantul.




Saat saya menuliskan kesan saya ini, Sobi sudah berada di Sydney. Saya lihat di status FBnya, Sobi menuliskan tentang mimpinya sepuluh tahun yang lalu yang akan menjadi kenyataan. Mejeng di Sydney Opera House. Setelah itu dia dan rombongan juga akan ke Canberra, sebelum kemudian kembali ke tanah air. Hmm, program pertukaran seperti ini kadang malah memberi kesempatan bagi pesertanya untuk melihat lebih banyak tempat. Saya yang sudah 3 tahun di sini belum pernah ke Canberra. Baru 2 bulan yang lalu bisa ke Sydney. Dan bahkan banyak tempat wisata di negara bagian Victoria yang belum sempat ditengok.

Ketika guru dan murid bertemu seperti ini, rasa gembira dan bangga memang tak seharusnya disimpan saja. Maka ketika saya mengunggah foto saya dan Sobi di FB, tak urung beberapa alumni English Unesa juga ikut nimbrung kasih jempol. Memberikan komentar. Atau bahkan meng-inbox saya. Nampaknya pancingan saya cukup berhasil membangunkan beberapa orang untuk kirim kabar.

Ada Agung Putu Iskandar, alumni Sastra Inggris 2002, salah satu mahasiswa kesayangan saya yang menyempatkan diri untuk ngobrol sebentar di FB. Sambil packing di salah satu sudut di Brazil, siap-siap mau pulang ke tanah air. Orangnya belum nongol, tapi reportasenya sudah muncul terus di Jawa Pos.

"Dicari mbah Kung tuh."
 "Siap, meluncur nanti."

Agung memang sering disebut bapak saya. Saat awal bertugas di Jawa Pos, Agung sempat meliput kegiatan Karang Werdha Ngagel Mulyo, di mana bapak saya menjadi aktivis (hmm.. like father like daughter).

Ada Agung Waskitho, alumni Sastra Inggris 2003, yang mengaku bukan mahasiswa beken (tapi toh saya tetap saja bisa mengingatnya). Dia berjanji untuk menengok saya bila ada jadwal landing di Melbourne. Hmm, jadi flight attendant Garuda Indonesia, dia lebih banyak mampir ke Perth. Dia minta didoakan bisa lolos seleksi jadi Arabic announcer untuk rute ke Jeddah.

Ada lagi yang sering menyapa saya di FB. Teguh Utomo, alumni Sastra Inggris 2007. Katanya sih penggemar tulisan saya di blog.
 "Ma'am," dia menyapa.
 "Apa le," jawab saya.
 "Just saying hello Ma'am. Kangen sih haha."


John Medley Bld
Room 620
2 Juni 2014. 11.33 am