Sekolah baru menginjak hari keempat buat Adzra. Tapi ada saja yang menarik dicatat dan sayang dilewatkan begitu saja. Beberapa hal yang menarik dari pengalaman sekolah Adzra ternyata memang bukan tentang 'pelajaran' baru yang dia dapat di sekolah. Itu kalau kita menggunakan makna konservatif kata 'pelajaran.' Seperti saat Adzra pulang sekolah di hari pertama, pertanyaan standar saya adalah "how was school today?" Jawabnya membuat saya sedikit terkejut. "Good. We learn about being caring, making friends, and helping each other." Wedeh, ternyata belajar ilmu pendidikan bertahun-tahun tidak membuat pikiran saya terdekonstruksi. Di alam bawah sadar, saya masih mengharapkan jawaban terkait mata pelajaran.
Ada lagi yang patut ditiru. Bagaimana sekolah mengajak anak untuk cinta lingkungan dan menjadi bagian aktif di dalamnya. Cerita tadi pagi adalah salah satunya.
Tadi pagi saya sudah melakukan rutinitas di dapur. Siapkan sarapan dan bekal makan siang buat Ganta dan Adzra. Sejak hari kedua, Adzra sudah berpesan. "Nude food, mommy." Iya nak, ibu sudah tahu kalau lunch box-nya tidak boleh diisi makanan yang dibungkus. Pokoknya harus telanjang. Gak boleh pakai baju kertas maupun plastik.
"What's my brain food, mom?" tanyanya dari ruang tamu. Brain food itu istilah untuk bekal makanan di rehat pertama, sebelum rehat makan siang. Ini adalah jam anak-anak untuk makan camilan yang menyehatkan.
"Apple. I already cut it into smaller pieces," jawab saya dari dapur
"No, no, don't cut it, mommy."
Saya langsung melongok ke ruang tamu. "kenapa? Kan biasanya minta dipotong kecil-kecil."
"No, I won't eat the core. But it's for the compost. I also put the banana peel in the compost yesterday," jelasnya.
Oh begitu rupanya. Kemarin dia memang saya bekali satu buah pisang. Jadi ternyata di grade 1 ini kelas dia sudah diajak ikut ngopeni tong kompos di sekolah. Akhirnya saya ambil buah apel yang utuh.
Dasar emaknya pernah jadi ibu kompos, jadi punya bahan untuk ngobrol lebih jauh dengan Adzra.
"What kind of composter do you have at school? tanya saya. Aslinya pura-pura gak tahu sih.
"You know, it's like a bucket. And you put fruit inside. And then there'll be worms."
"Di rumah Kebraon kita kan juga punya. Do you remember the blue composter in front of our house?"
Di RT saya, RT 02/RW 12 Kel. Kebraon memang terpasang beberapa komposter aerob. Tertulis Unesa di badan komposter. Ini komposter yang dikembangkan seorang rekan dosen senior, pak Yadi dari FT-Unesa.
"It has worms too mommy?"
"Of course. It's the same thing," jawab saya. Terbayang sekilas aktivitas saya beberapa tahun yang lalu. Membantu kampung menjalankan program pemilahan sampah mandiri. Ibu-ibu PKK dulu sering memanen kompos hasil dari pembusukan sampah basah dan kami gunakan untuk pupuk tanaman di depan rumah masing-masing.
Bicara tentang cinta lingkungan, saya masih ingat celetukan Adzra beberapa bulan yang lalu. Suatu saat saya membantunya mandi dengan shower. Ketika sedang pakai sabun dan kramas dan, saya matikan kran air. Masih menetes sedikit. Saya tidak begitu memperhatikan, dan sibuk menggosok badan Adzra.
"Mommy, the water is dripping."
"Ya. just a second. Won't be long."
"Mommy, you're not saving energy."
Waduh anakku yang satu ini. Kalau protes kenceng banget. Segera saya rapatkan kran air. Ehm, bahan baru lagi. Sebentar kemudian sambil mengeringkan badan Adzra, saya tanya lebih jauh.
"What do you know about saving energy?"
"You know, things like saving water, electricity. You have to turn off the light when you're not using it."
"I do that everyday, don't you think?"
"Yeah, I know."
"How did you know all about saving energy?"
"We talk about it at school."
Ya wis nak, kalau nanti kita sudah pulang ke tanah air, kamu jadi 'kompor' gerakan anak cinta lingkungan ya.
No comments:
Post a Comment