Ella, one of the long-lasting bestfriends I’ve ever had. We’ve been
close since we were still at IKIP Surabaya. Being the members of
Himapala, the nature society in campus, we spent so much time doing
things together. A year after she continued her education to IKIP
Yogyakarta for a master’s degree in Education, I followed her, as I
entered American Studies program at UGM in 1993. We stayed in the same
lodging house. Strolled along Yogyakarta streets together. Shared many
more stories about our dreams, loves, and families. When I took another
MA in Texas in 2002, she had just started her doctoral education at UM.
And emails and books continued to bond us together. Though in many
respects, our paths have gone to different directions. Yet, being Unesa
faculty members, both of us, there’s no way that our paths would not
cross. And we’ve been crisscrossing eversince.
She’s now the youngest professor we have at Unesa, and I’m juggling
with my PhD thesis. Our mailing list, Keluarga Unesa, has become another
way that bonds us in ways that we had never imagined before. So, with
my health concern at the moment, she’s the first friend I told about it.
And here’s what she wrote about us.
Masa-masa itu sudah sejak lama kita tinggalkan
Puluhan tahun silam
Saat kita selalu bersama
Menorehkan jejak-jejak kita di setiap jengkal waktu
Di ketinggian gunung dan perbukitan
Di kerimbunan hutan belantara
Di kegelapan malam di goa-goa
Di dinding-dinding kampus
Bahkan di mall dan gedung-gedung bioskop
Tubuh mungilmu menyimpan sejuta cerita
Untaian perjalanan mengukir sejarah
Romantisme masa muda saat menggapai cinta
Heroisme perjuangan mencapai cita-cita
Jiwamu menyimpan api abadi
Menyulutkan keceriaan pada sesama
Mengajarkan kepedulian dan kesetiakawanan
Mengabarkan kecerdasan dan ketangguhan
Sahabat,
Saat waktu sampai pada titik ini
Saat selaksa kerikil tajam kehidupan musti kau tapaki
Seonggok demi seonggok bukit batu cadas harus kau daki
Kau bahkan tak peduli rasa sakit di diri
Kau terus mengobarkan semangat berbagi
Meneladankan betapa setiap sakit adalah anugerah yang musti dihayati
Hidup bagimu adalah memberi arti
Suka dan duka hanyalah cerita berseri
Perjuangan dan doa adalah makna sejati
Semua demi menggapai keridhoaan Illahi Robbi
Sahabat
Jarak dan waktu tak akan pernah memisahkan kita
Darat dan lautan tak akan membuat persahatan kita jeda
Dan aku di sini
Masih di sini
Selalu bersedia
Kapanpun kau ingin aku ada…
Surabaya, 23 Juni 2013. 05.10 WIB
Wassalam,
Ella
http://www.luthfiyahn.com
Prof. Luthfiyah Nurlaela, our Ella, is truly an inspirational figure. Here’s my poem to reply to the one she had written above.
Sebenarnya
Masa-masa itu tak pernah hilang
Karena kisah kita tertinggal di mana-mana
Menyelinap di balik Welirang, Arjuno, dan Bromo
Mengendap di kapur gua kawasan Dongko
Tersangkut di ranting belakang base camp
Terserak di teras timur Gema
Terukir di surat-surat mengharu biru
Menempel di kain batik Beringharjo
Bahkan di kos-kosan Karangmalang
Ketika aku meringkuk di dipanmu
Sembari mendengarmu melantunkan ayat suci
Sejujurnya
Mata bolamu tak pernah lepas dari benakku
Menyertai jilbab yang kauberikan
Menjelang keberangkatanku ke negeri Paman Sam
Menyeruak di kaos kaki berajut
Yang kau beli di tanah suci sana
Dan kini menghangatkan kaki melawan dingin
Jilbab itu masih ada kusimpan
Kaos kaki berlubangpun kan tetap kukenakan
Seawet kekagumanku padamu
Tak akan habis oleh ruang dan waktu
No comments:
Post a Comment