Dalam minggu ini Melbourne dan sebagian besar wilayah Australia sedang terpapar pada cuaca panas yang ekstrim, atau dikenal dengan heat wave. Sejak kemarin merkuri sudah memecahkan rekor menyentuh angka 40 derajat C. Prakiraan angka ini akan bertahan sampai hari Jum’at, dengan kisaran maksimum 40-43 derajat C. Di catatan weatherzone, pekan panas kali ini akan menjadi minggu terpanas sepanjang sejarah Australia selama 102 tahun terakhir.
Sebagai orang Surabaya yang iklimnya cuma dua, panas dan puaanaas, apa sebenarnya yang berbeda? Daripada dinginnya winter, saya sebenarnya lebih suka kehangatan di musim panas. Musim semi di Melbourne tidak bisa dipercaya menjanjikan udara hangat, karena masih banyak dinginnya. Nampaknya gelar ‘a city with four seasons a day’ akan tetap bertengger di mahkota Melbourne. Karena cuaca gampang berubah, kebiasaan mengecek prakiraan cuaca sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Supaya tidak salah kostum, tidak lupa bawa payung, atau pakai sunscreen banyak-banyak. Kenapa? Di Melbourne ini, hari panas sekali bisa diikuti dengan hari dingin di keesokan harinya. Dan hujan bisa terjadi di musim apapun. Meski bukan model hujan di Surabaya yang seperti grojokan tanpa henti selama berjam-jam.
Cuaca panas memang sudah lebih sering terjadi. Gimana sih, namanya juga summer. Temperatur sudah semakin sering bertengger di angka 20-35. Jadi rasanya seperti antara Sarangan dan Surabaya begitu lah. Cuma ketika di tanah air dengan cuaca yang cenderung rata panas atau hujannya, mengecek prakiraan cuaca hampir tidak menjadi bagian hidup.
Tapi heat wave kali ini memang hebat. Dengan udara ekstrim panas plus kecepatan angin yang lumayan, potensi kebakaran memang tinggi. Di awal pekan ini saja wilayah pinggiran Perth sudah mengalami kebakaran hutan (bushfire). Tak kurang 46 rumah tangga harus kehilangan rumahnya dan diungsikan di gedung-gedung sekitar.
Kemarin pagi saya dan mbah Uti sudah memastikan masakan sudah siap, sehingga tidak perlu menyalakan kompor lagi di siang hari. Kompor nyala di cuaca panas bisa beresiko. Di beberapa wilayah di Australia, bahkan PLN lokal mematikan power pada saat heat wave. Jadi sebaiknya tetap tenang di dalam rumah dan tidak banyak aktivitas yang menguras tenaga bila tidak betul-betul perlu.
Anak-anak masih libur sekolah, mas Prapto juga pulang cepat karena bos toko topi di mana dia bekerja memutuskan tidak membuka tokonya. Untuk alasan keamanan dan kenyamanan. Jadi akhirnya saya sendiri yang keluar rumah. Niat bekerja di kampus, sambil ngadem di kantor. Pas berangkat sekitar pukul 11 siang, wajah sudah terasa tersengat angin panas. Standar perlindungan diri sudah saya terapkan, yakni pakai topi dan kacamata hitam, plus baju yang nyaman.
Bicara standar perlindungan terhadap sengatan matahari, mau tidak mau saya juga membiasakan keluarga untuk selalu mengoleskan sunscreen dengan SPF 30+. Slogan ‘no hats no outside play’ juga sudah menjadi pembiasaan di sekolah sejak Adzra di childcare. Aturan ini berlaku selama musim semi di bulan Oktober sampai menjelang musim gugur di bulan April. Kadang saya berpikir, weleh masak orang Surabaya takut panas? Eh, ini bukan masalah ‘sok tahan.’ UV index di Melbourne saat ini memang lebih tinggi daripada Surabaya. Dalam range UV index antara 2-11+, siang ini Melbourne mencatat level HIGH di angka 7,1, sedangkan Surabaya cenderung stabil di level MODERATE di angka 3. Itu makanya sunscreen dengan SPF 15 yang biasanya dipakai di Surabaya tidak ‘ngefek’ di sini. Salah satu referensi yang layak dirujuk untuk kondisi panas ekstrim adalah http://www.arpansa.gov.au/uvindex/realtime/mel_rt.htm
Entah karena masih libur atau heat wave, kampus cenderung sepi. Saya ngantor beberapa jam sambil ngadem, menyalakan AC 23 derajat C. Dua teman sekantor saya tidak nongol juga. Menjelang pukul 5 saya meninggalkan kantor, menuju ke city, yang cuma 5 menit naik tram. Di tengah musim panas seperti ini, pukul 5 sore belum masuk waktu Ashar. Panasnya masih ‘ngenthang-ngenthang,’ dan langit bersih dan biru sekali. Panasnya hembusan angin terasa seperti sedang duduk di depan kompor saja. AC tram juga tidak terasa saking panasnya udara di luar. Di mana-mana orang berjalan sambil menenteng botol air minum. Termasuk saya. Urusan belanja kebutuhan rumah tangga juga menjadi alasan untuk ngadem sebentar di toko. Di depan belakang kiri kanan ada saja perempuan yang berpakaian seadanya. Guyonan para bapak, ‘hati-hati, di musim panas ini jagalah pandangan mata.’
Urusan belanja selesai, saya pulang, dan sampai rumah sekitar pukul 7. Masih tetap panas dan terengah-engah, maklumlah, maghribnya juga baru akan masuk menjelang pukul 9 malam. Namun kemudian wajah terasa lebih ‘cles’ ketika masuk rumah. Unit apartemen saya ini memang ‘istimewa’ di musim seperti ini. Tidak perlu pakai AC, udara di dalam rumah sudah lumayan sejuk. Hanya saja karena saking panasnya udara di luar, baru kali ini kipas angin difungsikan.
Ganta, mas Prapto, dan mbah Kung sedang asyik nonton tayangan live Australian Open 2014. Di hari kedua kompetisi tennis bergengsi ini, heatwave bisa menjadi tantangan berat bagi para pemain. Lleyton Hewitt, pemain Australia, dikalahkan pemain Italia Andreas Seppi, setelah bertanding 5 set selama 4 jam di bawah panasnya matahari. Bahkan Seppi sendiri mengaku asal bisa menyelesaikan pertandingan saja, saking hebatnya cuaca mendera. Bagi Hewitt sendiri, ini sebuah kekalahan yang menyakitkan hanya di ronde pertama kompetisi, setelah beberapa hari sebelumnya dia menjuarai kompetisi Brisbane International dengan mengalahkan pemain senior Roger Federer di babak final.
Begitulah, udara panas dan kering tetap bertahan sampai malam. Hanya satu yang tidak dialami. Sumuk a la Surabaya. Saat bangun malam sekitar pukul 2, saya sempat membuka pintu depan, dan hembusan hangat menyerbu wajah saya. Saya cek di internet, di tengah malam seperti itu, temperatur masih di angka 34.
Di hari kedua heat wave ini, prediksi semakin panas sudah terbukti. Saat ini weatherzone menunjukkan angka 39.8 derajat C. Daripada terengah-engah lagi seperti kemarin, mending bekerja di rumah saja. Stay cool, stay hydrated, and stay tuned.
No comments:
Post a Comment